PEMILU KALIMATUN SAWA’

Oleh: Fahrul Abd. Muid/ Penulis adalah Dosen pada Fakultas Ushuluddin IAIN Ternate

BAHWA, BANGSA INDONESIA memiliki ciri khas, tipologi, dan karakteristik dalam kehidupan masyarakatnya yang plural dan majemuk yang terdiri dari banyak ras, agama, dan suku.

Hal ini, yang menjadi spirit tertinggi untuk kemudian kita merumuskan secara bersama-sama dengan berpedoman pada asas atau landasan agar membangun kebersamaan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan kepada semboyan Bhinneka Tunggal Ika yakni, realitas kita memang berbeda-beda namun, tetap pada nilai persatuan dan kesatuan yang mengikat hati, pikiran dan jiwa kita dalam sebuah ikatan yang kuat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sehingga, dengan penuh kesadaran itu bahwa, bangsa Indonesia ini sangat beraneka ragam dan sangat majemuk tetapi, ke-Indonesiaan kita ini adalah satu bangsa, satu bahasa dan, satu tanah air yaitu, bangsa Indonesia.

Maka, berdasarkan nilai-nilai tersebut yang menjadikan pemilu sebagai kalimattun sawa’ (titik-temu) sebagai sebuah bangsa sehingga, sangat penting untuk kita secara bersama-sama berkomitmen yang kaffah/sempurna untuk menjadikan pemilu kita ini sebagai sarana integrasi bangsa karena pemilu adalah, sebagai perwujudan dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Maka, desain kepemiluan kita hari ini sangat mendukung untuk menyatukan kalimatun sawa’ (titik-temu) semua pihak sehingga, pelaksanaan pemilu secara serentak 2024 yang kemudian digabungkan dengan pemilu Presiden dan wakil Presiden bahwa, dalam proses awal pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang diusung atau dicalonkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang hanya dibatasi pada Partai Politik yang memiliki kursi di DPR hasil pemilu sebelumnya yang berhak mengusulkan pasangan calon berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, khususnya pada pada bab tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur pada pasal 222 berbunyi.

,“pasangan calon diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 % (dua puluh lima persen) dari suara sah secara Nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya”. Dan, pada saat yang sama dalam realitasnya, Partai Politik juga berjuang mati-matian untuk meraih suara atau memperoleh kursi agar menjadi anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Sehingga, pada akhirnya masing-masing Partai Politik yang mengusung dan/atau mendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terlihat di lapangan akan menahan diri walaupun sama-sama berebut suara atau berebut kursi untuk duduk di Parlemen. Kenapa Partai Politik menahan diri? karena, adanya kalimatun sawa’ titik-temu diantara mereka yaitu, sebagai gabungan Partai Politik yang memiliki pasangan calon yang sama untuk diperjuangkan agar menang dalam pemilihan Presiden.

Selanjutnya, dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah penetapan hasil pemilu secara Nasional oleh KPU maka, hasilnya kita akan ketahui bahwa, Partai Politik yang mana akan memperoleh suara atau kursi yang akan menjadi anggota DPRD di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Karena perolehan suara atau kursi oleh Partai Politik sebagai anggota DPRD di Provinsi dan Kabupaten/Kota akan, dijadikan sebagai persyaratan utama untuk mengusung pasangan calon kepala daerah setelah sebelumnya mereka berkompetisi atau berebut suara atau kursi dalam waktu yang tidak terlalu lama pada pemilu serentak yang dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.

Maka, Partai Politik sebagai peserta pemilihan akan saling merangkul dalam format berkoalisi kembali di daerah untuk mengusung pasangan calon kepada daerah oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik pada pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang akan dilaksanakan tahapan pemungutan dan penghitungan suara secara serentak pada tanggal 27 November tahun 2024.

Maka, desain kepemiluan semacam ini merupakan “arena konflik” bagi partai politik untuk berkompetisi secara sah dan legal dalam pelaksanaan pemilu/pemilihan tetapi, pemilu/pemilihan yang secara berkala dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun berdasarkan perintah undang-undang dasar 1945 pada pasal 22E akan, menjadi sarana bagi kita semua untuk mengendalikan diri agar menjamin bahwa, kompetisi diantara peserta pemilu/pemilihan yang secara nyata itu terjadi di lapangan pada akhirnya akan berujung dengan spirit yang sama bahwa, pemilu/pemilihan wajib dijadikan sebagai sarana integrasi bangsa Indonesia.

Dan, salah satu prinsip dalam kehidupan berdemokrasi untuk menata ketatanegaraan berbangsa dan bernegara adalah melalui prinsip musyawarah-mufakat maka, pada hakikatnya bahwa pelaksanaan musyawarah itu sendiri sesungguhnya menggambarkan konflik kepentingan karena, dalam bermusyawarah itu akan terjadi silang sengketa pandangan diantara peserta yang terlibat dalam forum/majelis pelaksanaan proses musyawarah tersebut.

Oleh karena dalam pelaksanaan musyawarah itu akan, terlihat dengan jelas diantara semua pihak adanya pandangan, pendapat, dan kepentingan (interest) yang berbeda-beda tapi, pada substansinya bahwa, yang dicari dan yang dituju dalam proses musyawarah itu adalah kalimattun sawa’ yaitu titik-temu untuk mencapai mufakat itu sendiri.

Maka, disini dapat kita memaknai bahwa, pemilu ini adalah musyawarah besar bagi seluruh rakyat Indonesia untuk memilih pemimpin-pemimpinnya dan untuk menata dan mengevaluasi tentang kemajuan bangsa ke depannya lebih baik tetapi, sekali lagi bahwa, pemilu tetap dijadikan instrumen yang kuat dan kokoh sebagai pemersatu bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam, pelaksanaan pemilu secara langsung hari ini setidak-tidaknya ada 3 (tiga) hal penting yang wajib hukumnya tersedia pertama, adanya peserta pemilu, kedua, adanya pemilih dan, ketiga, adanya proses untuk mengekspresikan pilihan bagi pemilih itu sendiri. Oleh karena itu, ketersediaan atau keterjaminan adanya Partai Politik sebagai peserta pemilu, adanya calon DPD sebagai peserta pemilu dan, adanya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden merupakan, unsur-unsur yang sangat penting untuk menentukan terselenggaranya pemilihan umum.

Demikian juga, untuk menjadi tanggungjawab kita bersama agar menjamin warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk menjadi pemilih yang harus dijamin bahwa hak suaranya sudah masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) hal itu, sebagai jaminan administratif kepemiluan karena, sebagai warga negara Indonesia yang telah memiliki hak untuk memilih agar wajib menggunakan hak pilihnya pada pelaksanaan pemilihan umum serentak tahun 2024.

Selanjutnya, dalam tahapan proses pemungutan dan penghitungan suara serta dengan pelaksanaan proses rekapitulasi suara secara berjenjang dari mulai tingkat TPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU merupakan, sarana perwujudan untuk menyalurkan kehendak dan kedaulatan rakyat Indonesia. Sehingga, akan terwujud yang namanya rakyat berdaulat dalam pemilu sebagai kalimattun sawa’ maka, negara semakin kuat.

Oleh karena itu, untuk melaksanakan seluruh tahapan pelaksanaan pemilu/pemilihan ini sebenarnya, bukan hanya tugasnya penyelenggara pemilu baik, KPU, Bawaslu, dan DKPP tetapi, pelaksanaan pemilu/pemilihan hari ini adalah menjadi tugas bersama kita dengan cara bergandengan tangan bersama aparat pemerintah dan aparat pemerintah daerah untuk memastikan bahwa, apa yang menjadi pilihan rakyat sejak proses awal pemungutan dan penghitungan suara di TPS sampai dengan penetapan hasil secara Nasional maka, tetap hasilnya terjaga seutuhnya oleh penyelanggara pemilu yakni KPU secara berjenjang.

Maka, sebagai penyelenggara teknis pemilu yakni, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS bahwa, baik secara personal maupun kelembagaan tidak dibenarkan/dibolehkan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konflik dalam pelaksanaan pemilu/pemilihan akan tetapi, KPU secara berjenjang harus menjadi “manajer konflik” yang bersikap netral/tidak berpihak dan tidak bersikap diskriminatif (tidak curang, culas dan manipulatif).

Tapi, harus bersikap adil dengan wajib memperlakukan peserta pemilu secara adil dan setara dan, melakukan pelayanan terbaik terhadap peserta pemilu dan kepada pemilih agar mereka merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh KPU secara berjenjang karena, memang pada hakikatnya KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota adalah bertugas sebagai pelayan bagi peserta pemilu dan pemilih maka, layani lah para pihak dengan sepenuh hati dan Ikhlas tanpa pamrih. Semoga bermanfaat tulisan ini. Wallahu a’lam bisshawab.(*)

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *