HALMAHERA TENGAH sejak ibu kota kabupaten dipindahkan ke weda pada tahun 2002 dan Halmahera Timur dimekarkan pada tahun 2003, kini masyarakat 2 (dua) kabupaten tersebut sangat sulit dan atau kurang mengakses keadilan serta sulit menyalurkan hak-haknya untuk mendapatkan keadilan dari lembaga Peradilan diantaranya Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama.
Kabupaten Halmahera Tengah dan Kabupaten Halmahera Timur secara administrasi pemerintahan terpisah dari kota Tidore Kepulauan namun lembaga peradilan baik Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama masih berpusat di Soasio Kota Tidore dengan wilayah yuridiksi hukum mencangkup Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah dan kabupaten Halmahera Timur.
Apakah masyarakat sulit mengakses keadilan pada lembaga Peradilan?
Kesulitan akses masyarakat Hal-Teng dan Hal-Tim dalam mengakses keadilan pada lembaga Peradilan dikarenakan kondisi geografis yang sangat jauh dari pusat peradilan.
Masyarakat Hal-Teng dan Hal-Tim bila bersentuhan dengan hukum masih pikir-pikir untuk mengahadapi perkara di pengadilan karena beberapa alasan yang diantaranya geografis atau jangkauan sangat jauh serta membutuhkan biaya yang sangat banyak untuk melintasi Halmahera Tengah dan Halmahera Timur serta menyebrangi lautan dari loleo atau bisa juga lewat jalur sofifi sampai di Soasio Kota Tidore kepulauan.
Setelah pendaftaran perkara ataupun menghadapi perkara masih menunggu hingga putusan pengadilan. Proses menghadapi persidangan sangat membutuhkan waktu yang sangat lama, bisa berhari-hari, bisa berminggu-minggu dan bisa berbulan tergantung lama atau tidaknya suatu perkara yang di ajukan maupun perkara yang dihadapi.
Banyak permasalahan yang memang membutuhkan sentuhan keadilan, seperti hal-hal yang menyangkut keperdataan seperti administrasi kependudukan, cerai dan perkara perdata lainya. perkara yang sering muncul dan dialami masyarakat adalah ketidak sesuaian nama pada akta kelahiran dengan dokumen lainya misalnya Ijasah dengan nama awalan An tempat lahir di Jakarta namun pada Akta lahir nama awalan Am tempat lahir Jawa Timur.
Hal tersebut bisa diajukan pada dukcapil setempat agar bisa dilakukan pembetulan, jika tidak ada tanggapan dari dukcapil dengan alasan lain, maka bisa diajukan permohonan di pengadilan negeri untuk mendapatkan penetapan dari pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Setelah ditetapkan maka diberikan waktu 30 hari untuk mendaftarkan perubahan nama atau tanggal lahir kepada dukcapil untuk memberikan catatan pinggir pada Akta kelahiran tersebut.
Permasalahan di atas masyarakat perlu adanya keadilan atau hak-hak hukum yang terpenuhi, maka diperlukan adanya penetapan di pengadilan negeri atau memperoleh putusan pengadilan negeri maupun putusan pengadilan agama sebagaimana dalam Pasal 1 angka 17 Undang Undang No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berbunyi:
Pasal 1 angka 17 UU.No. 24 Tahun 2013:
“Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan”
Pasal 52 ayat (1) UU.No. 24 Tahun 2013:
“(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat pemohon.”
Begitupun kasus seperti penceraian yang memang membutuhkan sentuhan peradilan terutama Pengadilan Agama, sebagaimana dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berbunyi sebagai berikut:
Pasal 39 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3):
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersebut.
Dari uraian diatas masih banyak lagi Masyarakat Halteng-Haltim mencari keadilan, beberapa permasalahan seperti Sengketa Lahan yang memang diselesaikan non litigasi melalui mediasi, namun mediasi tidak tercapai kesepakatan maka bisa saja dilanjutkan penyelesaian Litigasi atau penyelesaian di dalam persidangan yang memang membutuhkan putusan pengadilan yang sah dan mengikat, jika perkara sertipikat ganda maka diajukan permohonan pada Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Ambon.
Halmahera Tengah dan Halmahera Timur Sudah layak memiliki kantor Pengadilan Negeri dan Kantor Pengadilan Agama. Sebagaimana syarat yang diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (1) dan (2) :
Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Selanjutnya Pasal 7 sebagai berikut:
“Pengadilan Negeri dibentuk dengan Keputusan Presiden”
Sedangkan pengadilan agama sebagaimana dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang No. 3 tahun 2006 tentang perusahaan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2):
Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.
Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
Pada kontes keadilan ini Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah dan Kabupaten Halmahera Timur agar setidaknya mendorong dan membangun keadilan di bumi Gamrange dan atau di Bumi Fagogoru, apalagi dua (2) kabupaten tersebut diperhadapkan dengan Industri besar atau hadirnya banyak perusahan tambang serta banyak penduduk yang tersebar di dua kabupaten tersebut justru banyak persoalan hukum yang harus dihadapi dan diselesaikan melalui jalur penyelesaian sengketa di dalam pengadilan yang disebut Litigasi.
Jalur litigasi adalah sebuah proses formal yang dilakukan di pengadilan untuk menyelesaikan perselisihan hukum agar mendapatkan hasil yang berkekuatan hukum tetap. (*)