FENOMENA KONFLIK CINTA BERUJUNG MAUT (Renungan atas Krisis Peradaban Manusia)

Oleh: Ramli Yusuf

KONFLIK kekerasan cinta seringkali dipicu oleh emosi tak terkendali. Orang kemudian naik pitam, kehilangan akal sehat karena di depan mata menghadapi jalan buntu. Mungkin juga sudah terseret ke dalam kondisi stress, maka tanpa pikir panjang, lalu nekat mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kekerasan. Bahkan sampai pada tingkat menghilangkan nyawa orang sekalipun dia berani melakukan. Apalagi konflik bermotif kasmaran yang beberapa tahun terakhir semakin santer menjadi perbincangan public.

Namun demikian, tentu kita sadar bahwa cinta itu anugrah Tuhan bagi semua umat tanpa memandang perbedaan asal-usul, suku, golongan, ras, agama, bahasa dan budaya. Maka perasaan cinta sebagai sesuatu yang mulia itu patut dihargai dan dihormati, tidak boleh disalah gunakan. Dalam bercinta boleh saja cemburu, karena itu yang hal lumrah dan normal.

Asal jangan cemburu buta tanpa klarifikasi apa motif dibalik kecemburuan. Sebab cinta tanpa cemburu juga sangat diragukan kualitas kesetiaannya. Justru cinta dibumbui rasa cemburu akan membuat seseorang lebih dewasa dalam mengelola tambatan hati yang sedang kasmaran.
Disisi lain, perasaan cinta juga tidak bisa diklaim atau dimonopoli oleh kelompok kalangan kawula muda saja.

Meski diakui merekalah paling banyak mengalami dan mendominasi masa-masa indah penuh romantis. Karena boleh jadi usia tuapun bukan menjadi penghalang atau alasan untuk tidak lagi memilih pasangan yang disukai. Terlebih bagi mereka yang sedang galau menyandang status duda atau janda. Sepanjang merasa punya kesempatan dan kemampuan untuk bekerja keras merajut kembali simpati cinta yang pernah hilang masih tetap terbuka.

Kalau memang cinta itu ditaqdirkan untuk berjodoh tak akan kemana. Yang penting ada kemauan, pasti ada jalan, supaya cinta yang hendak dijalani ke depan bukan lagi cinta palsu melainkan cinta sejati. Sehingga terbentuk bangunan mahligai rumah tangga yang sakinah mawaddah warahma. Belajar dari pengalaman sebelumnya agar tidak jatuh lagi ke jurang yang sama meski terasa pahit untuk dikenang.

Berhati hatilah mencari cinta, sebab ekses negative yang mengawali konflik cinta penuh kekerasan seringkali berakhir tragis. Motifnya sangat beragam, karena bisa jadi dipicu rasa cemburu berlebihan, akibat cinta segitiga atau menduakan hati, salah satu pasangan berselingkuh, dan mungkin juga ingin menguasai kekayaan orang yang sedang dicintai. Terkecuali cinta sejati yang dibangun dengan ketulusan hati dan janji suci, jauh dari konflik kekerasan tanpa penghianatan yang dapat memproteksi kehormatan mahligai rumah tangga setiap pasangan.

Dikalangan remaja sering mengabaikan nilai-nilai cinta diluar etika dan moral. Konsep pemahaman mereka tentang cinta mengalami distorsi dan sesat pikir. Cinta dipandang bukan lagi sesuatu yang suci sebagai wujud pemberian Tuhan. Melainkan baru sebatas hal yang bersifat sensual berhubungan dengan kebutuhan dan kenikmatan sex secara fisik. Akibat kekeliruan memaknai hakekat cinta yang benar membuat mereka cenderung memilih perilaku cinta yang menyimpang.

Pada hal perbuatan terlarang seperti ini tidak boleh dilakukan oleh siapapun sebelum mendapat pengakuan yang sah secara hukum melalui lembaga perkawinan. Sebab dampak negative yang dihadapi dari fenomena hubungan badan di luar nikah memang beresiko sangat fatal terhadap keberlangsung hidup masa depan bagi remaja itu sendiri. Apalagi sampai mengandung dan tidak bertanggungjawab. Karena takut diketahui, terutama Orangtua, mereka biasanya nekat mengambil jalan pintas untuk menghabisi nyawa bayi yang tak berdosa itu melalui aborsi.

Inilah akibat krisis peradaban manusia yang hadapi saat ini. Kita bahkan merasa perihatin dan sangat menyayangkan, mengapa kurikulum pendidikan sex yang pernah diberikan disekolah bukan lagi bertujuan membekali pemahaman dan pengetahuan siswa secara jelas, serta akurat mengenaai sexsualitas. Supaya mereka mampu memproteksi diri sejak dini, membuat keputusan yang bertanggungjawab, menghindari perilaku berisiko seperti mencegah kehamilan di luar nikah yang tidak diinginkan, juga penularan HIV. Namun fakta yang terjadi malah sebaliknya, mereka justru salah memanfaatkan atau menyalahgunakan api cinta yang membara itu kearah perbuatan sex terlarang.

Cinta memang tidak identic dengan sex, tapi kebutuhan dan kenikmatannya adalah pintu masuk untuk memperkokoh mahligai rumah tangga yang sudah susah-payah dibangun selama ini. Karena itu rawat dan perlihara kesucian cinta itu dengan baik agar dapat dipersembahkan hanya kepada orang yang terkasih. Betapa banyak kasus korban cinta seringkali mengantarkan salah satu pasangan dari dua sejoli mengahiri hidupnya ditiang gantungan atau meminum racun hingga tewas.
Jika ditelusuri lebih jauh ke belakang, mungkin sejak awal perjalanan kita merebut cinta sejati dilalui penuh suka-duka, canda dan tawa.

Bahkan kadang diterpa badai dahsyat tanpa restu Orangtua kita tetap tegar menghadapi dengan penuh lapang dada dan sabar. Seolah cinta dua anak manusia dalam ancaman bahaya. Tetapi keyakinan menyatukan dua hati yang berbeda, ternyata tak semudah membalik telapak tangan. Mungkin butuh waktu, tenaga, pikiran dan sekali-kali korban perasaan untuk menerima hinaan. Namun cinta juga merupakan ungkapan kata hati yang penuh misteri sehingga sulit ditebak. Terkecuali dibuktikan dengan semangat perjuangan pantang menyerah, bahkan berdarah-darah walau nyawa menjadi taruhan.

Ini bukan cerita fiktif, tapi benar-benar fakta menunjukan kepada kita seperti itu. Mestinya ekpresi cinta diharapkan bisa terpancar dari suasana hidup yang sejuk, aman, nyaman, damai dan harmonis. Jangan berubah menjadi cinta yang galak, dinodai oleh faktor cemburu buta, selingkuh, atau ingin menguasai harta sang kekasih. Itulah potret kehidupan manusia modern cederung semakin materialis, bukan lagi menjadi manusia seutuhnya. Hanya karena ingin memperoleh segala kenikmatan duniawi, lalu mengeksploitasi tubuh perempuan pun dinilai tidak lebih sebagai kepemilikan kekayaan pribadi yang tidak boleh diganggu. Mereka dianggap seperti benda, sehingga suatu saat tidak lagi digunakan maka harus dilenyapkan agar tidak dimiliki orang lain, kata Eric Fromm.

Perilaku manusia materialistis tidak punya rasa empati, dan mudah kehilangan kendali untuk melakukan perbuatan ekstrim. Dalam teori General Strain menjelaskan bahwa individu yang mengalami tekanan emosional ekstrim seringkali kehilangan kemampuan berpikir rasional cenderung mengambil tidakan spontan berakibat destruktif. Maka tidak boleh heran dalam banyak kasus kejahatan korban cinta biasa didorong faktor cemburu, perasaan dihianati atau takut ditinggal oleh orang yang paling sangat disayangi.

Krisis peradaban manusia ini terkonfirmasi pula melalui data statistic global. Cinta yang problematis dalam kondisi tertentu sekejab bisa berubah menjadi kekuatan pembunuh paling mengerikan. Misalnya kasus cinta ditolak, pada hal mungkin sudah cukup lama pelaku memendam rasa cinta tanpa diketahui oleh perempuan yang dicintai. Inilah yang biasa disebut cinta bertepuk sebelah tangan.

Cuma sayangnya jawaban atas penolakan perasaan cinta itu disampaikan dengan cara-cara yang kurang beradab dan tidak santun seperti mengejek ataupun menghina. Maka Sang pelaku nekad membunuh karena merasa harga dirinya terinjak-injak. Daripada nanti perasaan malu itu menjadi beban akibat terlanjur diketahui orang banyak. Maka lebih baik sekaligus lenyapkan nyawanya sekalian biar menderita dibalik jeruji besi.

Kita mungkin masih ingat kasus Noor Mukaddam yang sempat mengegerkan dunia pada 20 juli 2021 adalah contoh nyata akibat cinta ditolak. Dia merupakan putri seorang mantan diplomat Pakistan, dibunuh dengan sangat brutal, kejam dan sadis oleh Zahir Jaffer di Islamabad. Noor disekap dan disiksa selama dua hari sebelum dibunuh atau dipenggal.

Kasus ini memang agat sulit dicerna dan diterima akal sehat public. Zahir merupakan teman lama Noor, mengapa sangat kejam serta nekad melakukan pembunuhan hanya karena lamarannya ditolak. Kasus tersebut menimbulkan kemarahan public di Pakistan. Sehingga mendorong Gerakan “Justice ForNoor”. Kemudian pada akhirnya Zahir Jaffer harus menghadapi ancaman hukuman mati pada februari 2022.

Demikian pula kasus pembunuhan yang melibatkan pemain sepak bola Amerika sekaligus actor ternama O.J. Simpson. Dia dituduh membunuh mantan istrinya Nicole Brown. Simpson dan teman Nicole Ronald Goldman. Kasus ini menarik perhatian public global, bahkan disiarkan luas melalui media karena melibatkan selebriti. Kisah ini mengungkap dinamika cinta berakhir tragis diujung maut. Di Australia, berdasarkan laporan data statistic dari 479 kasus pembunuhan terjadi antara 2010 dan 2012 sekitar 39% merupakan pembunuhan domestic. Dari jumlah tersebut sebanyak 58% diantaranya terjadi dalam hubungan intim.

Sedangkan di India menurut laporan Crime in India Year 2020 oleh National Crime Records Bureau sekitar 10% dari semua peristiwa pembunuhan di India dipicu hubungan romantis, termasuk hubungan di luar nikah. Di tahun 2012 motif cinta menjadi penyebab ketiga terbanyak dari kasus pembunuhan. Selain motif balas dedam pribadi dan sengketa property. Kasus serupa juga terjadi di negeri kita, pada tahun 2023, seorang lelaki bernama Riko membunuh mantan pacar Elisa di Pandeglang karena faktor kecemburuan. Setelah pertemuan tak terduga diantara mereka terlibat cekcok hingga berakhir dengan pembunuhan.

Ingat! kejahatan cinta itu terjadi bukan hanya karena ada kesempatan, tetapi juga keberanian untuk mengeksekusi niat jahat. Andaikan amarah cinta sudah terpenuhi sifat dendam bagaikan puncak gunung es, dan semakin sulit menemukan jalan keluar untuk dipersatukan kembali. Akan jauh lebih elegan bila berpisah secara baik-baik. Akhirilah kebahagian cinta itu penuh kasih sayang dan kenangan indah.

Lupakan segala kekurangan, dan perbiasakan untuk mengingat kebaikan yang pernah dilalui bersama. Agar selalu terkenang sepanjang hayat masih dikandung badan, walau tanpa berharap harus bersatu kembali seperti dulu. Jika misteri cinta itu sudah menjadi takdir Tuhan, apakah bisa dipertemukan lagi atau berpisah selamanya tak seorang manusia pun yang tahu. Biarlah anak cucu kita mengambil pelajaran berharga melalui nilai-nilai kebaikan yang mungkin pernah ditanamkan sebelumnya agar terhindar dari perilaku konflik kekerasan. (}

 

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *