Berprasangka Pada Tuhan dan Lupa Bersujud Di Sajadah Lesu

Oleh: Jufri Senen/Kader HMI Cabang Ternate

DI tengah hiruk pikuk kehidupan sebagai manusia yang bergantung pada kehambaan (Tauhid), sering kali kita terperangkap pada kondisi yang menerawang kebesaran diri yang sering dalam labirin prasangka terhadap Tuhan.

Kita menaruh harapan akan ada simpatis peranan kehidupan hingga mempertanyakan takdir, namun lupa akan kewajiban sampai meragukan keadilan-Nya, manusia sudah terbiasa dengan waktu pembodohan dan bahkan menyalahkan-Nya atas segala kesulitan yang menimpa.

Ironisnya, di saat seperti itu ada dari kita sebagai manusia yang sama mengelak dalam ketimpangan dunia, sajadah kita menjadi lesu, tak lagi menjadi tempat bersujud, mengadu, dan mencari ketenangan, sebab keteguhan manusia menaruh pada keangkuhan dunia.

Keangkuhan manusia sebagai jiwa berprasangka buruk terhadap Tuhan adalah penyakit hati yang berbahaya, seluruh makhluk Tuhan tahu tapi tuli dengan alur waktu sehingga ia membutakan kita dari hidayah untuk melihat hikmah di balik setiap kejadian. Menjauhkan kita dari rasa syukur seperti halnya memakan separuh tubuh kehidupan yang sudah ada, apa jadinya jika kehambaan itu murka dan menghalangi kita untuk merasakan kedamaian spiritual.

Pada saat itu pula ketika prasangka menguasai diri, kita lupa bahwa Tuhan Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Sajadah lesu sempat dijadikan tempat khusyu diri dalam kehambaan namun kita lupa bahwa setiap ujian yang diberikan-Nya adalah untuk menguatkan kita, bukan untuk menghancurkan kita. Sajadah yang lesu adalah cerminan dari hati yang kering.

Ia adalah simbol dari hilangnya hubungan intim antara hamba dan Tuhannya. Ketika kita enggan bersujud, kita kehilangan kesempatan untuk membersihkan hati dari kotoran dosa, memohon ampunan, dan mendapatkan petunjuk-Nya. Kita kehilangan kesempatan untuk merasakan kehangatan cinta-Nya dan ketenangan dalam dekapan-Nya.

Marilah kita merenungkan kembali hubungan kita dengan Tuhan. Tinggalkanlah prasangka buruk yang hanya akan menjauhkan kita dari-Nya. Kembalilah bersujud di atas sajadah dengan hati yang tulus, penuh harap, dan pasrah. Biarkan air mata penyesalan membasahi sajadah kita, memohon ampunan atas segala dosa dan kesalahan. Niscaya, kita akan merasakan kedamaian yang hakiki dan menemukan kembali makna hidup yang sejati.(*)

 

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *