Salah satu kebun percontohan di Subaim, Halmahera Timur saat ditinjau oleh Kepala BI Malut, Eko A. Irianto (kanan)
PIKIRANPOST.COM– Banyak komoditas pangan di Maluku Utara (Malut) yang masih bergantung pada daerah lain. Seperti Beras, Telur, Barito (Bawang, Rica, dan Tomat) dan sembako lainnya.
Sangat disayangkan karena sudah bergantung kemudian luas lahan dan petani juga ikut berkurang. Malut makin bergantung pada daerah lain. Belum lagi, penduduknya bertambah karena faktor tambang.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malut, Eko A Irianto saat ditemui media ini beberapa waktu lalu dalam agenda ‘Temu Responden UMKM’ di Royal Resto.
Eko menerangkan, ada resiko kedepan bahwa kemandirian pangan Malut rendah sehingga pemerintah daerah mungkin akan kesulitan membuat cadangan pangan.
“Kalau misalnya ada bencana kita perlu bantuan pangan dari mana,” tanyanya sembari menyebut misal daerah lain juga mengalami kesulitan.
Eko mencontohkan, seperti harga beras saat ini yang naik di seluruh Indonesia. Untuk itu tidak mudah mencari beras di daerah lain. Bahkan sentra beras seperti Sulawesi Selatan dan Jawa juga mengalami kekurangan.
Lanjut Eko, saat ini musimnya masih bagus, bagaimana kalau kondisi angin dan ombak tinggi. Kapal bisa terhenti. Akibatnya ada resiko barang tertahan. Jadi bisa memicu inflasi melompat tinggi.
“Seharusnya daerah kepulauan seperti kita disini punya kemandirian pangan pada level tertentu. Harus punya backup cadangan. Karena itu harapan kami kedepannya masalah ini harus diseriusi,” jelasnya.
Menurut Eko, langkahnya harus mengembalikan prioritas di sektor pertanian. Untuk itu, butuh prioritas dari pemerintah dan berbagai pihak. Karena sektor pertanian tidak bisa digarap sendiri harus sama-sama untuk mengembalikan produksi pangan Malut.
“Karena ini melibatkan tenaga kerja juga, maka kita harus melatih petaninya. Bagaimana mereka kembali tertarik menjadi petani. Itu yang menjadi PR (Pekerjaan Rumah),” tandasnya.
Penulis : Ihdal Umam
Editor : S.S Suhara