Tamin Hi Ilan Abanun mantan anggota DPRD Halbar
PIKIRANPOST.COM -Mantan Ketua Program Studi Politik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Tamin Hi Ilan Abanun menanggapi isi Chat pesan Whatsapp Camat Loloda ke Kepala Desa (Kades) melalui grup antara Camat dan Kades yang sempat viral.
Ia menyebutkan bahwa hal tersebut adalah satu bentuk perilaku jorok atau dalam bahasa Ternate ‘Cafarune’ Birokrasi Halmahera Barat, pada Sabtu 13 April 2024.
Tamin mengatakan, bahwa jika WhatsApp ini benar, maka ini merupakan perilaku birokrasi terjorok di Halbar melampaui perilaku pungutan liar (Pungli).
“Bagaimana tidak, ASN itukan bukan milik cabang kekuasaan eksekutif,” ucap mantan Anggota DPRD Halmahera Barat itu.
Dikatakan Tamin, bahwa ASN itu membawa Identitas Negara dalam kapasitas mereka, bukan membawa identitas cabang kekuasaan eksekutif. dengan identitasnya, seharusnya ASN sadar bahwa dirinya milik semua warga Negara.
“Perlu diingat baik baik oleh semua, ASN, kalian itu bukanlah Aparatur Sipil Pemerintah (ASP) tetapi Aparatur Sipil Negara (ASN) Filosofi inilah yang harus dipahami bersama oleh ASN bahwa identitas yang melekat pada ASN adalah identitas Negara bukan identitas/cabang kekuasaan eksekutif,” tegasnya.
Tamin mengatakan, peran sentral pegawai ASN adalah sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
“Bukan menjadi Hulubalang Kekuasaan, apalagi sampai mengatur strategi untuk memenangkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati tertentu,” tukasnya.
Tamin menyebutkan, ini betul betul jorok, atau dalam bahasa Ternate disebut perilaku birokrasi paling cafarune. mendingan Pungli yang dampaknya hanya kena pada objek tertentu saja,tetapi perilaku ASN sebagai penjaga Identitas Negara sangat tidak dibenarkan.
“Selain melanggar larangan bagi PNS yang termaktub dalam PP 42 tahun 2004
Poin 4 yakni dilarang menghadiri deklarasi bakal pasangan Calon dengan Atau tanpa atribut,” paparnya.
Dilain sisi lanjut Tamin, ASN juga wajib menjaga sumber daya negara seperti birokrasi, keuangan, dan kewenangan tidak dimanipulasi untuk kepentingan salah satu pihak yang dapat mengakibatkan kompetisi yang tidak sehat dan tidak setara.
“Mengapa? Karena dampaknya sangat luas, dan menyangkut kepercayaan publik dan legitimasi pemerintah. Inilah yang harus dipahami oleh ASN yang memerintah atau yang di perintah,” imbuhnya.
“Yang terjadi seperti perilaku camat Loloda, ini hal penting yang harus menjadi perhatian kita semua karena potensi gangguan netralitas datang dari individu ASN itu sendiri,” sambungnya.
Tamin menegaskan, jika WhatsApp Camat Loloda ke Kades ini benar adanya, berarti ASN (camat) ini bukan cuma gagal paham, tapi juga salah paradigma, dan memiliki pola pikir yang tidak tepat.
“Mindset dan cultureset-nya pa camat harus cepat di kelola agar bisa menjadi ASN yang profesional. Perilaku jorok pa camat ini, kita semua pasti tahu endingnya dalam kondisi seperti ini, para ASN selalu berdalih bahwa posisi mereka itu sangat dilematis, maju kena mundur kena, netral pun kena,”paparnya.
Lanjut Tamin, barangkali sebenarnya tidak demikian juga karena aturannya sudah jelas. Kemudian pemikiran-pemikiran ingin berkarier dengan cara yang mudah, dengan menggunakan perkoncoan, harus berkeringat, harus dekat dengan calon atau bakal calon kepala daerah. Ini musibah dan merupakan masalah terbesar atau biang dari keterpurukan daerah ini.
Tamin menjelaskan, disini juga perlu saling mengingatkan kepada semua calon Bupati yang akan ikut berlaga pada Pilkada 2024 di Halbar, terlebih lagi kepada incumbant, bahwa seribu satu macam yang terjadi di tubuh birokrasi Halbar saat ini bukan hanya soal keterbatasan anggaran saja tapi manajemen birokrasi Halbar itu tanpa disadari masih menggunakan budaya organisasi pemerintahan klasik atau primitif yakni budaya kelompok.
“Budaya kelompok ini sangat kental di birokrasi Halbar sehingga yang bukan dari kelompok mereka tidak akan terlayani secara baik. nah ini akibat dari budaya kelompok dan hierarki itu,” katanya.
Tamin menambahkan, camat karena takut dievaluasi jabatannya, dengan terpaksa memobilisasi para kades untuk kepentingan calon tertentu.
Tamin menuturkan, bahwa Ini sangat berbahaya untuk sebuah Daerah seperti Halbar ini. Lebih baik daerah punya APBD yang sedikit daripada masih menggunakan budaya kelompok sebagai cerminan dari budaya organisasi pemerintahan Primitif dan budaya hirarki sebagai cerminan dari organisasi pemerintahan Weberian.
“Ini adalah penyakit kronis birokrasi yang sudah lama mendera tubuh birokrasi Halbar. Kalau bukan karena budaya politik kelompok, kue pembangunan akan mengalir merata, pelayanan publik pasti adil dan profesional, pihak ketiga tanpa kecuali pasti lancar pencairan proyeknya, dll,sebagainya. Inilah yang ditakutkan negara, jangan sampai budaya kelompok itu menimpa negeri kita ini,” tukasnya.
“Yang inilah harus diperhatikan baik oleh calon pemimpin atau yang sedang memimpin saat ini. Sebab dua budaya organisasi pemerintahan yang saya sebut itu, merupakan karakteristik administrasi klasik yang suda lama ditinggalkan oleh negara maju dan daerah-daerah maju di Indonesia,” imbuhnya.
Tamin memaparkan, Indonesia saat ini suda berada di paradigma new publik service dan new publik manajemen, yang karakter budaya organisasi pemerintahannya adalah budaya pengembangan dan rasional.
“Jadi Pemimpin teriak bahwa ASN harus melakukan terobosan dan inovasi, maka budaya organisasi pemerintahannya harus budaya pengembangan dan rasional, bukan kelompok dan hirarki,” tukasnya.
“Saya melihat kondisi saat ini dan akan datang, jika JUJUR Jilid 2, terpilih lagi memimpin Halbar, maka kondisi birokrasi saat ini masih lebih baik dibandingkan dg yg akan datang, karena akan semakin marak budaya kelompok mendera tubuh birokrasi halbar. Apalagi proses mobilisasi ASN suda mulai dimainkan. Ini akan melahirkan budaya kelompok dan hirarki yang luar biasa di tubuh birokrasi Halbar,” tambahnya.
Lanjut Tamin, Terakhir, sekedar saran buat ASN, yang paling penting saat ini adalah membangun kesadaran bahwa ASN punya hak pilih.
“Adanya kesadaran hak pilih itu tentu juga dibarengi dengan kesadaran tentang kewajiban ASN yaitu menjaga marwah aparatur negara. Apapun kondisi politik di daerah, marwah ASN tetap harus dijaga,”tandas ya
Sembari menyebutkan agar hak dan kewajiban ASN dapat berjalan beriringan, diperlukan komitmen kuat menyalurkan segala ekspresi partisan dan ekspresi politik hanya di dalam bilik suara.
” Sebaliknya, di luar bilik suara, ASN perlu berkomitmen untuk tidak mengekspresikan hal hal jorok, karena yang dilakukan oleh Camat itu merupakan salah satu bentuk kejorokan birokrasi yang tidak ada tandingannya,”pungkasnya.(*)
Penulis : Riski
Editor. : S.S.Suhara