EKONOMI kreatif semakin menjadi faktor utama dalam mendorong pembangunan di berbagai daerah. Dengan potensinya yang besar dalam menciptakan nilai tambah, memperluas peluang kerja, serta meningkatkan daya saing di tingkat global, ekonomi kreatif kini menjadi bagian penting dalam strategi pembangunan daerah.
Namun, agar dapat berkembang secara optimal, diperlukan pendekatan kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan istilah Model quadruple helix. Model quadruple helix, model ini mencakup pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat, menjadi salah satu kerangka kerja yang efektif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif.
Konsep quadruple helix merupakan perluasan dari triple helix dengan menambahkan peran masyarakat sipil (Afonso, 2012). Model ini berfokus pada penguatan inovasi, pertumbuhan ekonomi, serta peningkatan produktivitas dan teknologi.
Menurut Afonso (2012), inovasi dalam quadruple helix diarahkan pada aspek produksi, sektor teknologi tinggi, serta integrasi antara inovasi, pengetahuan, produk, dan jasa. Di sisi lain, masyarakat sipil berperan dalam aspek konsumsi, penyebaran teknologi, serta pengembangan produk dan jasa yang memberikan dampak pada perekonomian secara luas.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Carayannis dan Campbell (2009) menyatakan bahwa elemen utama dalam quadruple helix meliputi pemerintah, fasilitas riset dan pengembangan, laboratorium universitas, serta masyarakat sipil yang menjadi sumber inovasi dan pengetahuan.
Menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia, industri berbasis kreativitas terdiri dari 15 subsektor, antara lain: 1) Periklanan; 2) Arsitektur; 3) Pasar Barang Seni; 4) Kerajinan; 5) Fashion; 6) Video, Film, dan Fotografi; 7) Desain; 8) Permainan Interaktif; 9) Musik; 10) Seni Pertunjukan; 11) Penerbitan dan Percetakan; 12) Layanan Komputer dan Piranti Lunak; 13) Televisi & Radio; 14) Riset dan Pengembangan (R&D); serta 15) Kuliner.
Maluku Utara memiliki potensi ekonomi kreatif yang besar, baik dari aspek sejarah maupun destinasi wisatanya. Industri kreatif dan sektor pariwisata saling mendukung dan memperkuat satu sama lain, sehingga diperlukan pendekatan yang inovatif dalam pengelolaannya. Wilayah ini memiliki peluang besar untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif sebagai faktor utama dalam menarik wisatawan. Selain dikenal karena budayanya yang masih terjaga, Maluku Utara juga memiliki beragam destinasi wisata yang menarik perhatian.
Menurut Alisjahbana (2009), keberhasilan ekonomi kreatif sangat bergantung pada adanya pengetahuan kreatif (knowledge creative), tenaga kerja terampil (skilled worker), serta pemanfaatan tenaga kerja yang intensif (labor intensive).
Faktor-faktor ini menjadi kunci dalam mendukung perkembangan industri kreatif di Indonesia. Oleh karena itu, kolaborasi yang melibatkan keempat aktor dalam quadruple helix sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya memajukan Maluku Utara.
Maluku Utara memiliki karakteristik geografis yang unik dengan gugusan pulau, laut yang kaya dan budaya yang kuat sehingga memiliki sektor-sektor ekonomi kreatif yang potesial untuk dikembangkan seperti kuliner lokal seperti sagu, popeda, gohu atau olehan hasil laut, traditional fashion missal anyaman tenun atau perhiasan khas daerah, pariwisata kreatif baik festival budaya, wisata sejarah atau wisata andalan daerah lainnya yang tidak kalah unik.
Namun demikian pengembangan ini masih mendapati kendala seperti akses pasar yang terbatas, inkubasi bisnis yang kurang, minimnya riset-riset aplikatif dan regulasi atau dukungan infrastruktur dari pemerintah. Model quadruple helix menekankan pentingnya hubungan yang erat dan saling mendukung antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat sipil.
Kolaborasi ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan industri kreatif yang berkelanjutan. Para intelektual, yang mencakup budayawan, seniman, pendidik, tokoh masyarakat, serta peneliti, memiliki peran penting dalam mengembangkan inovasi dan melestarikan budaya lokal.
Pendekatan quadruple helix menjadi kunci dalam pengembangan ekonomi kreatif daerah secara berkelanjutan. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, daerah dapat membangun ekosistem ekonomi kreatif yang inovatif, inklusif, dan kompetitif.
Implementasi model ini tidak hanya memperkuat identitas budaya lokal, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga kami merekomendasikan sebagai langkah strategis 1)Pemerintah daerah perlu memperkuat regulasi dan menyediakan infrastruktur yang mendukung ekonomi kreatif. 2)Akademisi harus meningkatkan kolaborasi riset dengan para pelaku industri untuk mendorong inovasi.
3) Dunia usaha diharapkan lebih aktif dalam mendukung UMKM kreatif melalui kemitraan yang strategis. 4) Masyarakat harus didorong untuk lebih aktif dalam mempromosikan produk lokal agar dapat bersaing di pasar yang lebih luas. Semoga tulisan ini bermanfaat. Syukur Dofu.(*)