PIKIRANPOST.com– Proyek pembangunan pabrik industri pengolahan kelapa dengan nilai Rp 1,5 miliar yang melekat di Dinas Perindustrian dan Perdangangan Provinsi Maluku Utara diduga bermasalah.
Pasalnya, proyek tersebut tidak direncanakan dalam usulan program tahun 2022 tetapi tiba-tiba muncul dalam Daftar Penggunaan Anggaran (DPA).
“Jadi atas klaim Plt Kadis Perindag Malut Adhytia Wahab bahwa pada tahun ini telah membangun Industri Pengolahan turunan produk kelapa di Halbar untuk arang tempurung menjadi briket sebagai keberhasilannya justru membuka aib sendiri dan menyisahkan masalah,”kata Ketua Bidang Advokasi Hukum dan HAM DPW Badan Advokasi Investigasi HAM RI Maluku Utara, Rusli M. Zen
Dia bilang, secara institusi telah melakukan advokasi lapangan dan menemukan bahwa ada beberapa kejanggalan dalam proyek pembangunan pabrik industri pengolahan kelapa dengan nilai Rp 1,5 milliar.
Yakni yang pertama dari aspek perencanaan menemukan bahwa proyek tersebut tidak direncanakan dalam usulan program tahun 2022 tetapi tiba-tiba muncul dalam Daftar Pengunaan Anggaran (DPA).
Dia juga mempertanyakan, siapa yang menginput dan darimana asal ide pembangunan industri tersebut? Kemudian yang kedua, Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pengajuan program dan kegiatan harus berdasarkan proposal atau usulan masyarakat berdasarkan skala prioritas dalam Rencana Pembangunan Industri Provinsi (RPIP) dan Renstra Dinas sebagaimana penjabaran visi misi Gubernur.
Hal ini tidak ditemukan dan kemungkinan salah sasaran dalam pembangunan pabriknya. Sebab, Halbar telah terbangun sentra industri pengolahan kelapa terpadu yang belum dimanfaatkan maksimal bahkan mangkrak tapi aneh dibangun juga yang baru sementara bukan prioritas lagi untuk Halmahera Barat.
“Kan masih ada Kabupaten Kepulauan Sula, Taliabu, dan Halmahera Selatan yang lebih prioritas. Siapa seharusnya yang menerima dan pengelola pabrik tersebut?,”beber dia
Lanjut dia, yang ketiga, status kepemilikan aset tersebut tidak jelas. Apakah pemerintah, swasta, atau masyarakat? Diduga ada indikasi bahwa kepemilikan aset tersebut adalah diduga pribadi yang ada hubungannya dengan plt kepala dinas.
“Fakta-fakta di lapangan yang ditemukan adanya indikasi dugaan tindak pidana korupsi dari proyek siluman Dinas Perindag untuk segera di tindaklanjuti oleh Kejaksaan Tinggi Maluku Utara,”tegas Rusli
Secara kelembagaan, kata Rusli, mendukung penuh lembaga penegak hukum di Provinsi Maluku Utara terutama Kejati Malut dan Polda Malut dan pemberantasan kasus tindak pidana korupsi yang terjadi di Maluku Utara.
Olehnya itu, kedua lembaga penegak hukum tersebut, diminta untuk dapat memprioritaskan penyelesaian kasus dugaan korupsi khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku Utara.
“Sudah saatnya Bapak Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba untuk segera mencopot plt. Kadis Perindag agar focus menghadapi sejumlah indikasi masalah dugaan korupsi pada lembaga penegak hukum baik Polda maupun Kejati,”harap dia.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Perindag Provinsi Maluku Utara Adhytia Wahab ketika dikonfirmasi membantah. Ia mengatakan, tidak benar kalau dikatakan ada kejanggalan dalam proses perencanaan , dan tidak ada program yang tiba-tiba muncul seperti yang diwacanakan karena setiap program yang diusulkan melewati beberapa tahap verifikasi.
” Keliru jika mengatakan setiap pengajuan program kegiatan harus berdasarkan proposal. Dalam menyusun program dinas tentu harus mengacu pada dokumen RPJMD. Untuk program dimaksud, dalam target pengembangan industri dalam rpjmd ada salah satu target yaitu “Satu Kecamatan Satu Industri,”ujar dia.
Dia bilang, dan pembangunan Industri pengolahan briket di Kabupaten Halmahera Barat sudah sesuai dengan keunggulan komoditas pertanian di Kabupaten tersebut yakni Kelapa.
Sebab, lanjut dia, proposal merupakan salah satu prasyarat bagi masyarakat untuk bisa menerima bantuan fasilitas dari pemerintah.
Dia mengakui bahwa, di Kabupaten Halbar memang sudah terbangun sentra industri pengolahan kelapa terpadu yang dibangun Kemenperin namun karena kendala biaya operasional yang terlampau besar hingga sampai saat ini fasilitas tersebut belum dapat dimanfaatkan.
Sebab, kata dia, butuh pemodal besar untuk bisa mengelola itu,” Untuk itu di tengah tingginya permintaan akan arang tempurung yang sudah di olah dan besarnya minat pelaku IKM kita maka dipandang perlu membangun fasilitas industri kecil yang dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh para IkM maupun Wirausaha Baru,”jelas dia.
Dia juga mengklarifikasi terkait status kepemilikan aset, tentu saja, lanjut dia, kalau belum dihibahkan maka tetap menjadi aset pemerintah Provinsi Maluku utara.
“Saran saya mari satukan pemikiran untuk membangun daerah ini, jangan terlalu bernegatif thinking dan hanya melihat dengan kaca mata kuda,”pungkas dia.(tim/red)