Lebaran di Negeri Seribu Jalan, Pulang Kampung dan Tradisi Yang Mengakar, Hingga Insiden Di Atas Kapal

Suasana penumpang yang penuhi deck bagian atas, mereka menikmati pemanda

TEPAT PUKUL 10.00 WIT, ratusan kendaraan baik itu roda dua maupun roda empat keluar masuk di pelabuhan Ahmad Yani Ternate, Kota Ternate, Provinsi Maluku utara. Mereka memadati sepanjang areal pelabuhan hanya sekadar mengantar keluarga maupun penumpang yang sedang mudik.

Pagi itu matahari terasa panas menyengat hingga ke seluruh tubuh, terasa seperti Tuhan menaruh matahari begitu dekat di atas kepala. Ruang tunggu penuh dengan lautan manusia, mereka rela antre berjam-jam di loket untuk memperoleh tiket. Mereka rela antre sebelum sang fajar menampakkan wajahnya.

KM Sabuk Nusantara 86 berlabuh di pelabuhan Pigaraja Bacan Timur Halmahera Selatan

Dan pagi itu tepat memasuki hari ke 24 puasa ramadan atau bertepatan pada hari Ahad (16/4), saya ikut antre di loket penjualan tiket ruang tunggu pelabuhan Ahmad Yani Ternate. Tujuan saya bersama istri dan ke empat anak kali ini ke Pulau Obi Kabupaten Halmahera Selatan. Tengok keluarga dari sang istri sekaligus lebaran disana. Seperti biasanya arus mudik penumpang membludak, desak-desakan, teriak-teriakan, adu mulut antara petugas penjual tiket dan calon penumpang ya, hanya untuk peroleh tiket.

Tiket yang ditawarkan oleh KM Sabuk Nusantara 86 terbilang sangat murah dan dapat dijangkau oleh seluruh kalangan. Selain murah, di dalam dek dan sudut-sudut kapal juga sangat bersih, pokoknya kapal melayani antar pulau itu sangat mewah untuk seputar Maluku Utara.

“Saya memilih untuk berlayar dengan KM Sabuk Nusantara, karena tiketnya murah, kapalnya bersih, ditambah dalam perjalanan juga nyaman. Alhamdulillah, kami satu keluarga semuanya berangkat dan tiket yang kami beli hanya Rp 19.600 untuk per orang,” “kata Rahmawati salah satu penumpang.

KM Sabuk Nusantara 86 berlabuh di pelabuhan Jojame Desa Madapolo Kecamatan Obi Utara

KM Sabuk Nusantara sebagai jasa yang disediakan atau diberi disubsidi oleh pemerintah untuk melayani masyarakat antar pulau di Provinsi Maluku Utara. Untuk menjamin keselamatan penumpang dalam pelayaran, mereka menjalankan SOP sangat ketat. Misalnya saja, setiap calon penumpang yang akan berangkat dan dipersilahkan naik ke atas kapal harus menunjukkan KTP dan tiket.

Dan bila mereka tidak bisa menunjukkan tiket dan KTP, maka calon penumpang tidak diperbolehkan untuk naik ke atas kapal. Selain itu, setiap penumpang juga diberi stempel di tangan kanan, dengan tujuan memudahkan ABK untuk mengenali calon penumpang yang naik turun. Ini dilakukan guna memantau agar tidak ada penumpang gelap, bila itu ada dan tidak terdata maka dikhawatirkan kapal mengalami over kapasitas. Keselamatan penumpang adalah utama dalam pelayaran.

Mudik adalah kegiatan atau aktivitas para perantau untuk pulang ke kampung halamannya. Mudik di Indonesia dan khususnya di Maluku Utara sudah identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Idul Fitri, Idul Adha dan hari besar keagamaan lainnya. Dengan lebaran kita dapat berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, tentu juga bersama orangtua kita.

Sore itu sekira pukul 16.00 Wit, cuaca sangat bersahabat, awan di atas kaki gunung Gamalama dan awan di atas kaki gunung Kie Matubu, begitu cerah dan menampakkan lukisan-lukisan Tuhan begitu indah. Alam seakan memberi signal yang baik untuk mengiringi perjalanan malam panjang kami.

Dan tepat pukul 17.00 Wit, KM Sabuk Nusantara bertolak dari pelabuhan Ahmad Yani Ternate dengan tujuan pelabuhan pertama yaitu Pelabuhan Pigaraja, Desa Pigaraja Kecamatan Bacan Timur Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Sebelum tiba, malam panjang itu di mushola kapal dipenuhi dua shaf jamaah untuk melaksanakan shalat isya dilanjutkan dengan shalat tarawih dan witir.

Riswan Buamona mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dipercayakan untuk membawa shalat tarawih, kami bergantian he he. Meski di luar mushola ada saja penumpang yang mengeluarkan suara-suara jahil, namun lantunan ayat suci Alquran yang dibacakan oleh pengurus HMI Komisariat Fakultas Hukum itu penuh khusyuknya, sehingga seakan tak terasa berada di atas kapal. Alhamdulillah sebelas rakaat dapat dituntaskan dengan penuh doa dan harapan semoga Allah SWT, menerima seluruh amalan ibadah selama bulan Ramadan ini.

Entah karena kecerobohan penumpang atau masalah teknis lainnya, sehingga sempat membuat sebagian penumpang di deck bagian bawah panik dan ingin naik ke deck bagian atas. Kabarnya terjadi korsleting akibat asap rokok atau puntung rokok yang sengaja di buang oleh penumpang. Padahal, di dalam kapal , dilarang merokok karena terpasang AC. Namun, ada juga kabar yang beredar bahwa korsleting akibat arus pendek.

“Kami sempat panik, saya sudah bawa anak dan tenteng tas berisi uang untuk lari ke atas deck yang aman, tapi tak berselang lama, kami diberi tahu bahwa sudah aman, insiden itu sudah diatasi,”kata Ani salah satu penumpang.

Tak terasa, langit jingga kemerahan di ufuk timur nampak, diikuti dengan sang matahari menunjukkan cahayanya, pagi pun tiba sekira pukul 7.12 Wit, KM Sabuk Nusantara pun berlabuh di pelabuhan Pigaraja, Desa Pigaraja Kecamatan Bacan Selatan Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.

Di sebelah kiri pelabuhan, puluhan ibu-ibu muda dan paruh baya berjejer rapi dengan menaruh jualan. Mereka menawarkan berbagai menu makanan bagi penumpang yang ingin melanjutkan perjalanan.

“Ketupat-ketupat, ikan bakar, ayo ada juga buah langsat, satu tas Rp 10 ribu,”teriak salah seorang ibu saat menawarkan kepada penumpang. Penumpang seperti tujuan Sanana, Dofa dan Taliabu ramai-ramai turun ke pelabuhan untuk membeli menu yang ditawarkan oleh warga lokal setempat untuk bekal perjalanan selanjutnya.

Tak terasa, sekitar 4 jam perjalanan, atau sekira pukul 11.00 WIT, akhirnya KM Sabuk Nusantara 86 berlabuh di pelabuhan Jurame Desa Madapolo Kecamatan Obi Utara Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Ini pos terakhir saya berlayar dengan kapal tersebut.

Deretan puluhan mobil berbagai merek sudah stand by di areal parkiran pelabuhan. Mereka sopir menawarkan jasa untuk mengantar penumpang sampai di tujuan. Ya, jarak dari pelabuhan ke Desa Madapolo ibu Kota Kecamatan Obi Utara sekitar sembilan kilo meter.

Berapa puluh tahun lalu, kondisi jalan masih begitu-begitu saja, belum ada perubahan signifikan, jalan masih bertanah bercampur batu putih. Medan jalan yang kurang mulus membutuhkan kemahiran sang sopir untuk menghindari lubang berair yang menganga yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan warga. Tapi mau bagaimana lagi, kita tetap menikmati perjalanan panjang itu. He he.

Sementara tiba di Madapolo, negeri yang sering saya sebut negeri seribu jalan itu. Kondisi jalannya masih sama, tapi sudah ada perubahan sedikit, jalannya sudah rata, jarang ketemu lubang, kabarnya pada tahun 2016 lalu, seorang putra Madapolo bernama Muhtar Sumaila menurunkan alat berat dan dump truck untuk memperbaiki jalan. Terobosan Muhtar Sumaila yang kini duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Halmahera Selatan itu direspon baik oleh masyarakat.

Kabarnya juga, Dinas PUPR Malut, waktu itu masih di bawah kepemimpinan Santrani Abusama pernah turun ke Desa Madapolo Kecamatan Obi Utara Halmahera Selatan, untuk mengecek kondisi jalan, namun belum ada realisasi karena tak lama kemudian terjadi pergeseran pimpinan OPD.

Mudah-mudahan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Selatan dan Pemprov Malut segera memperhatikan dan memuluskan jalan tersebut, sehingga akses yang menghubungkan antar desa di Pulau Obi berjalan baik yang tentu akan berdampak pada peningkatan perekomian masyarakat.

Kami berdelapan naik satu mobil full dengan barang bawaan, antar sampai di rumah, sewanya hanya Rp 150 ribu.”Terima kasih Ade Man,”ucap saya kepada sang sopir.(*)

Penulis : Suhardiman.S (Endhy) pekerja pers

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *