Setelah Jakarta, Maluku Utara Paling Rawan Kampanye SARA, Hoax, dan Ujaran Kebencian

Ketua Bawaslu Malut, Masita Nawawi Gani

PIKIRANPOST.COM– Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah merilis Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang berfokus pada isu kampanye bermuatan SARA, hoax, dan ujaran kebencian melalui media sosial.

Riset kuantitatif ini menggunakan data pengawasan pilkada sebelumnya dan Pemilu 2019. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah DKI Jakarta, Provinsi Maluku Utara (Malut) merupakan provinsi yang paling rentan terhadap kampanye bermuatan SARA, hoax, dan ujaran kebencian melalui media sosial.

Ketua Bawaslu Malut, Masita Nawawi Gani, menjelaskan berdasarkan hasil riset Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) mengenai kampanye bermuatan SARA, hoax, dan ujaran kebencian di media sosial, Maluku Utara masuk dalam kategori rawan tinggi dengan skor 36,11, setelah DKI Jakarta dengan skor 75,00.

Setelah Malut, provinsi-provinsi lain seperti Kepulauan Bangka Belitung (34,03), Jawa Barat (11,11), Kalimantan Selatan (0,69), dan Gorontalo (0,69) juga menunjukkan tingkat kerawanan yang signifikan.

Pada tingkat kabupaten/kota, selain Kabupaten Fakfak, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Malaka, Kota Jakarta Timur, dan Kabupaten Purworejo. Kabupaten Halmahera Tengah juga termasuk dalam kategori kabupaten yang memiliki tingkat kerawanan tinggi.

Hal ini berdasarkan jumlah kejadian untuk seluruh indikator kerawanan media sosial, termasuk kampanye bermuatan SARA, hoax, dan ujaran kebencian.

Kabupaten Halmahera Tengah menempati urutan ke-10 dalam daftar tingkat kerawanan media sosial untuk kabupaten dan kota di Indonesia. Kabupaten ini memperoleh skor 4,45, menunjukkan tingkat kerawanan yang signifikan terkait isu-isu media sosial.

“Ini memerlukan adanya tindakan dan upaya yang lebih serius untuk mengatasi masalah tersebut di wilayah ini,” terangnya, Rabu (1/11).

Masita juga menambahkan, bahwa Malut masuk dalam berbagai isu tematik kerawanan, diantaranya kerawanan politik uang, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), politisasi isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

“Itu sebabnya harus ada kolaborasi multipihak antara Bawaslu, KPU, peserta pemilu, platform media sosial, dan organisasi masyarakat sipil (CSO) dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap penyebaran kampanye bermuatan SARA, hoax, dan ujaran kebencian dalam Pemilu dan Pemilihan 2024,” tandasnya.(*)

Penulis : Ihdal Umam
Editor : S.S Suhara

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *