Kapal Fiber di pantai Lokep
PIKIRANPOST.COM– Masyarakat Desa Dagasuli Kecamatan Loloda Kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara terus mempertanyakan ketidakjelasan pengelolaan 4 unit kapal fiber yang diadakan Pemerintah Desa Dagasuli.
Pembelian empat unit fiber 3GT itu bersumber dari dana desa dan anggaran dana desa pada tahun 2020. Per unit Rp 64 juta jadi total Rp 256 juta. Kemudian pada tahun 2021, Pemerintah Desa kembali membeli 1 unit fiber seharga Rp 69 juta.
Awalnya kapal-kapal itu diperuntukkan atas nama kelompok warga Desa Dagasuli guna dimanfaatkan meningkatkan ekonomi mereka. Namun, faktanya, kapal-kapal tersebut, dikelola secara pribadi.
“Ketika pembelian kapal fiber atas nama nelayan setelah di lapangan fiber itu diberikan secara pribadi bukan lagi atas nama kelompok. Pembelian fiber ini bersumber dari anggaran dana desa pada tahun 2020,”kata Amir Amra salah satu warga ketika dikonfirmasi media ini, baru-baru ini.
Sementara Ketua BPD, Nadira Almusawa, mengatakan pembelian fiber pada tahun 2020 dengan berjumlah 4 unit, per unit Rp 64 juta, dan itu sudah terhitung mesin fiber.
“Maka kalau dihitung dari keseluruhan, 4 unit itu totalnya Rp 256 juta, namun sejak kapal itu beroperasi di laut sampai saat ini tidak ada pengembalian modal,”ungkapnya.
Dia bilang, pada tahun 2021, pemerintah desa kemudian kembali membeli 1 unit fiber dengan harga Rp 69 juta, bersumber dari dana desa. Namun, pengelolaannya juga tidak jelas.
Dan pada tahun 2022 pernah digelar pertemuan antara BPD dan pemerintah desa. Dalam pertemuan itu membahas mengenai kapal yang menjadi aset desa, terutama yang dipegang secara pribadi. Selain itu, sempat di buat perjanjian mengenai dengan setoran.
“Akan tetapi sampai sekarang apakah masih di setor atau tidak sesuai dengan perjanjian,” kata ketua BPD
Namun, dalam pertemuan itu juga salah satu warga Husen La Ane mempertanyakan, apakah fiber itu diperuntukan untuk pribadi atau atas nama kelompok?
Kepala Desa Ahmad Amun mengatakan, fiber tersebut akan diatur dalam 1 bulan penyetoran Rp 100 ribu selama 2 tahun, jika berjalannya penyetoran selama 2 tahun maka bodi fiber tersebut menjadi milik pribadi.
Pernyataan sang kades tidak diterima oleh warga. Menurut mereka pemasukan tidak sesuai dengan pengeluaran dana desa cukup besar.
“Penggunaan dana desa dalam pembelian fiber jumlah yang begitu banyak. Hal itu tidak sesuai dengan pengembalian dalam penyetoran perbulan 1 bulan Rp 100 ribu selama 24 bulan, maka dapat dijumlahkan hanya berkisaran Rp 4.400,000 .Hal ini tidak sesuai dengan pengeluaran anggaran Dana desa pada tahun 2020,”beber dia.(*)
Penulis : M.Vikri
Editor. : S.S.Suhara