QUO VADIS POLITIK UANG PADA PEMILU LEGISLATIF

Oleh : Hendra Karianga/ Praktisi Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Unkhair.

PEMILU yang dilaksanakan setiap lima Tahun berdampak pada kehidupan sosial ekonomi dan politik, harus dipastikan berjalan secara jujur adil, jauh dari praktek curang.

Esensi dari pemilu adalah rakyat memilih dan mengganti pemimpin setiap lima tahun, pergantian pemimpin harus terjadi dalam perhelatan yang sehat dan dinamis, rakyat diberikan hak dan kebebasan untuk memilih tanpa ada pengaruh external atau tekanan dalam bentuk apapun, apalagi dengan sogok politik (money poitic), Pemilu harus beradab dan berkeadilan itulah hakekat demokrasi dimana rakyat berdaulat, kedaulatan rakyat jangan di manipulasi dengan kekutan uang atau barang yang dapat menditorsi nilai-nilai dasar demokrasi.

Partai peserta pemilu dan calon anggota legisltif dilarang memberi dan atau membagi-bagikan uang atau barang  pada saat kampanye, masa tenang dan saat pemungutan suara. Membagi-bagi uang dan atau barang atau janji  adalah bentuk  praktek klientelisme hukumnya haram.

Mengapa klientelisme dilarang dalam UU No.7 Tahun 2017 karena politik uang melahirkan pemerintahan yang korup dan merusak  proses demokrasi, uang sogok politik atau money politic tidak mencerminkan  proses demokrasi yang sehat dan bertanggungjawab. Bagaimana mungkin seorang calon pemimpin yang akan duduk di legislative keterpilihan bukan didasarkan pada visi dan program akan tetapi pada sogok politik (money politic)?.

I.  MAKNA POLITIK UANG.

Politic uang  atau politik perut (money politic) adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya  baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya  dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.

Pemberian bisa dilakukan dengan mempergunakan uang atau barang. Politik uang merupakan bentuk pelanggaran hukum kampanye diatur pada pasal 523 ayat (3) UU No.7 Tahun 2017 Tentang  Pemilihan Umum yang menjelaskan:
“ Setiap orang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan  uang atau materi lainya  kepada pemilih, dihukum dengan hukuman penjara selama 3 Tahun penjara dan denda 36 Juta rupiah”  Ancaman hukum diperberat menjadi 4 Tahun dan denda 46 juta . jika  politic uang  terjadi pada masa tenang.

Norma hukum politik uang dalam UU No.7 Tahun 2017 tersebut merupakan  kelanjutan dari pasal 73 ayat (3) UU No.3 Tahun 1999  Tentang  Pemilihan Umum. Salah satu agenda politik  reformasi 1998, adalah melaksanakan pemilu yang jujur dan adil. Diundangkannya UU No.3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum untuk membentengi hak-hak demokrasi rakyat agar bisa melaksanakan hak pilih dengan jujur dan adil jauh dari praktek-praktek sogok politik.

Politic Uang  atau sogok politik dapat disamakan dengan tindak pidana korupsi atau  electoral corruption  karena money politic hakekatnya merupakan perbuatan curang dalam pemilu bagian dari praktek klientelisme sama dengan korupsi lebih spesifik  tindak pidana suap pemilu.
Praktek sogok politik atau klientelisme  mencerminkan karakter

berbangsa yang rusak dan perilaku koruptif,  apapun alasan memberi uang untuk mempengaruhi rakyat dalam pilihan memilih pemimpin dan mengganti pemimpin adalah perilaku yang menyimpang  berkarakter buruk tidak mencerminkan moral yang baik, tidak mendidik serta merusak demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia.

II.  Darurat Politik Uang

Praktek politik uang atau sogok politik pada pemilu di Indonesia Tahun 2024 suda memasuki tahap darurat dan memprihatinkan  masyarakat tidak lagi memiliki kecerdasan  memilih dan mengganti pemimpin berdasarkan pilihan yang murni yang tepat,  akan tetapi   berdasarkan nilai uang dan atau barang, ada uang ada suara tidak ada uang tidak ada suara itu sebuah fakta yang tidak terbantahkan.

Demokrasi telah bergeser nilainya menjadi demokrasi  transaksional. Edward Aspinall dan Ward Berenschot dalam bukunya berjudul Democracy For Sale, Election klientelisme and The State in Indonesia, menjelaskan Demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan akibat praktek klientenisme yang merajalela dalam sistem politik, termasuk jual beli suara, penyelagunaan kekuasaan, manipulasi kebijakan pemerintah dan penggelapan dana.

Praktek klientelisme dalam pemilu legislative di Indonesia Tahun 2024 sudah sangat meresahkan dan mengacaukan pemilu, dari pemilu yang jujur dan adil bergeser nilainya menjadi pemilu yang curang dan brutal. Rakyat  di sogokan dengan janji dan pemberian uang serta barang, nilai uang barang juga telah ditentukan per suara Rp 200.0000 s/d Rp 500.000, para caleg yang tidak punya dana walaupun memiliki kwalitas dan berintegritas pasti tidak dipilih rakyat apalagi kalau dalam persaingan  melawan incumbent.

Celakanya lagi rakyat  mengambil semua pemberian uang dan atau barang dari para caleg, yang memberi Rp 200.000 dari partai A, yang memberi Rp 400.00 dari partai B yang memberi 500.000 partai C semua diambil, kanan kiri dihajar semua.

Permainan money politic bagian dari praktek klientelisme menjadi tontonan yang mengerikan, ibarat kuntilanak yang bergentayangan malam dan siang hari, apalagi menjelang hari H, serangan fajar atau sejenisnya menjadi waktu penentu meubah pilihan rakyat.

Klientelisme bagaikan virus mematikan sekali dilakukan mematikan proses demokrasi selama 5 (lima) Tahun. Melahirkan pemerintah yang korup dan jauh dari nilai-nilai keadilan dalam demokrasi di Indonesia, pertanyaan adalah patut kah ini di benarkan dan diteruskan?.

Praktek klientelisme  adalah tindakan yang brutal, melawan hukum dan masuk dalam tindak pidana suap pemilu. Klientlisme juga mempertontonkan para calon  egislative yang ambisius mempengaruhi masyarakat bukan dengan visi dan programnya untuk terpilih, akan tetapi dengan mengandalkan uang dan materi yang dapat dinilai dengan uang. Sanksi pidana pada UU No.7 Tahun 2017 dengan pemilu harus diperberat. Sanksi hukum yang memberi maupun yang menerima diperberat paling rendah 5 (lima) Tahun.

Money politic merusak nilai-nilai keadilan dan keadaban dalam demokrasi, bahkan suatu keserakahan politik, yang melahirkan pemerintah yang korup dan tidak beradab. Arah money politic adalah perampokan kekuasan, melahirkan kekuasaan yang korup dan melawan Hukum. (*)

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *