HUKUM ISLAM BAGI ‘PENCURI SUARA’ DALAM PEMILU

Oleh: Fahrul Abd. Muid/ Penulis adalah Dosen ‘Ulumul Qur’an-Fakultas Ushuluddin IAIN Ternate

FENOMENA DUGAAN ‘PENCURI SUARA’ oleh para pihak yang berkepentingan langsung dalam pelaksanaan pemilihan umum yang kemudian secara bersama-sama berkolaborasi dalam kejahatan pemilu untuk melakukan ‘pencurian suara’ pemilih, memang marak terjadi pada pelaksanaan pemilihan umum hari ini.

Praktik ‘pencurian suara’ pemilih dalam kontestasi pemilu saat ini terkadang tidak bisa dibendung dan sangat menjengkelkan, baik dalam ‘pencurian suara’ pemilih sesama internal caleg dalam satu partai politik maupun secara eksternal caleg pada partai politik yang lain.

Adanya saling bekerjasama dalam kejahatan demokrasi untuk melakukan ‘pencurian suara’ pemilih yang dilakukan dengan bantuan penyelenggara pemilu yang memiliki kewenangan itu untuk kemudian disalah-gunakan kewenangan yang ada dengan pola mengamankan secara rapi tanpa bekas kepada caleg-caleg tertentu.

Bahwa cara yang haram tersebut dianggap biasa-biasa saja oleh orang yang beragama untuk melakukan kecurangan dengan cara memanipulasi hasil suara pemilu yang sedang berlangsung hari ini. Oleh karena itu, sebenarnya ada apa yang salah dalam keberagamaan anda kawan!.

Padahal, hukum melakukan ‘pencurian suara’ sudah diatur dengan tegas dalam UU No.7 2017 tentang pemilihan umum, bahwa ketika terjadi pelanggaran pemilu praktik ‘pencurian suara’ pemilih sebagaimana yang diatur dalam pasal 532 dan 551 dengan tuntutan 4 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 48 juta rupiah bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang menyebabkan suara pemilih menjadi tidak bernilai atau mendapatkan tambahan suara atau perolehan suara pemilu menjadi berkurang karena dicuri oleh pihak-pihak tertentu.

Sedangkan untuk anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK dan/atau PPS, dan KPPS yang karena kesengajaannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara karena membantu pihak lain melakukan ‘pencurian suara’ pemilih, maka akan dikenakan denda pidana penjara paling lama 2 tahun penjara dan didenda paling banyak Rp 24 juta rupiah.

Maka, hukum keadilan pemilu harus ditegakkan walaupun besok akan terjadi hari kiamat kepada siapa pun dia yang melanggar, tapi realitasnya berbeda antara langit dan bumi, bahwa hukum pemilu hari ini sangat tumpul atau tidak tajam lagi kawan. Ada yang tidak beres dalam penegakan keadilan hukum pemilu kita oleh penyelenggara pemilu hari ini kawan!.

Dalam perspektif hukum Islam, bahwa orang Islam yang sudah baligh atau sudah dewasa menjadi caleg yang melakukan kerjasama dengan penyelenggara pemilu untuk ‘pencurian suara’ dalam pemilu, maka perbuatan tersebut tergolong pada perbuatan yang tidak terpuji (mazdmumah), buruk, kotor, jorok dan masuk dalam kategori Najis atau sama dengan kotoran hewan.

Sehingga, perbuatan orang Islam yang ‘mencuri suara’ pemilih dalam pemilu diakibatkan karena tidak ada lagi kejujuran pada dirinya dan diri pihak penyelenggara pemilu dalam menghitung suara pemilih pada tahapan rekapitulasi suara, maka dengan sadar terjadilah perbuatan ‘pencurian suara’ pemilih yang dapat mengakibatkan kerugian besar yang dialami oleh para caleg lainnya yang sedang dicuri suaranya.

Karena yang bersangkutan sedari awal sudah mati-matian atau berdarah-darah berjuang mengeluarkan biaya yang banyak untuk mendapatkan suara dari pemilih, namun pada akhirnya perolehan suaranya yang sedikit demi sedikit didapatinya dari TPS itu harus dia menelan pil pahit karena kehilangan suaranya yang telah dicuri oleh pihak lain. Sangat kejam kawan!.

Maka, melakukan praktik ‘pencurian suara’ pemilih pada pemilihan umum dalam perspektif agama Islam adalah haram hukumnya, yang jika dilakukan oleh orang Islam akan mendapatkan dosa besar dan susah diampuni dosanya oleh Allah Swt di akhirat nanti kawan.

Sehingga, jika si caleg yang bersangkutan terpilih menjadi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dengan cara bekerjasama dengan penyelanggara pemilu untuk ‘mencuri suara’ pemilih agar menambahkan suaranya yang tidak cukup itu, maka seluruh gaji atau penghasilan lainnya yang dia terima setiap bulannya selama yang bersangkutan menjadi anggota Dewan adalah haram hukumnya dan sama saja dia seperti memakan daging saudaranya sendiri, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama yang bersangkutan akan mendapatkan balasan azab yang setimpal dari Allah Swt.

Dan, lebih-lebih sanksi diakhirat kelak ketika si anggota dewan dan si penyelenggara yang membantunya untuk melakukan praktik ‘pencurian suara’ ini sudah mati atau wafat, maka Allah Swt akan menjebloskannya ke dalam api Neraka yang menyala-nyala, karena ketahuilah bahwa, bahan bakar api Neraka itu adalah kebanyakan dari manusia-manusia yang semasa hidupnya memiliki hobi dalam bekerjasama dengan penyelenggara pemilu untuk melakukan ‘pencurian suara’ pemilih pada setiap pelaksanaan pemilihan umum.

Terdapat ayat Al-Qur’an tentang hukuman bagi ‘pencuri’ dari orang Islam yang melakukan pencurian barang milik orang lain yang sanksinya sangat berat untuk diterapkan di atas dunia ini yaitu dengan cara memotong tangan ‘pencuri’ itu dengan menggunakan alat pemotong yang sangat tajam.

Dalam Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 38, Allah Swt berfirman yang artinya, bahwa ”Pencuri lelaki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan keduanya sebagai balasan bagi yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Kata “as-sariq (pencuri) dalam ayat ini, memberi kesan bahwa yang bersangkutan telah terbiasa untuk melakukan perbuatan ‘pencurian’ dalam hidupnya, sehingga wajar ia dinamai sebagai ‘pencuri suara’ profesional.

Dan, dalam ayat ini didahulukannya kata ‘pencuri lelaki’ daripada ‘pencuri perempuan’, hal ini, mengisyaratkan bahwa memang dalam realitas kehidupan ini yang banyak kita jumpai adalah lelaki yang lebih berani melakukan perbuatan ‘pencurian’, korupsi dan merampok daripada perempuan.

Maka, sungguh benar yang dijelaskan oleh Al-Qur’an tentang perihal seorang ‘pencuri’ ini, bahwa pada realitasnya pihak penyelenggara pemilu hari ini adalah di dominasi oleh lelaki, dan caleg-caleg partai politik juga di dominasi oleh lelaki. Sehingga yang berani melakukan ‘pencurian suara’ pemilih hari ini adalah penyelenggara pemilu yang berjenis kelamin lelaki, dan caleg-caleg partai politik juga yang terlibat dalam ‘pencurian suara’ pemilih tersebut adalah para lelaki.

Dalam ayat ini, bahwa frasa yang berbunyi, “maka potonglah tangan keduanya” dalam kajian bahasa arab merupakan bentuk ‘fi’il amar’ atau kata perintah yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan hukuman potong tangan bagi seorang ‘pencuri’ sebagaimana yang dikuatkan dalam kaidah Ushulul Fiqh yang berbunyi, “al-amru lil wujub’ artinya, bahwa yang namannya perintah dalam Al-Qur’an itu adalah menjadi sesuatu yang wajib untuk dilaksanakan oleh orang Islam.

Maka, seorang ‘pencuri’ yang beragama Islam apabila tidak dipotong tangannya di dunia ini sebagai hukuman baginya dan hukuman potong tangan ini akan menggugurkan hukumannya di akhirat nanti bagi seorang Islam yang suka mencuri hak orang lain dalam hidupnya, lalu kemudian seorang ‘pencuri’ itu tidak dipotong tangannya dan dibiarkan bebas berkeliaran di atas dunia ini, apabila yang bersangkutan ketika mati atau wafat, maka bersiaplah dia menanggung resiko dosa perbuatan pencurinya yang sangat merepotkan baginya untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah Swt.

Dan, resikonya adalah yang bersangkutan dipastikan mendapatkan siksaan dari api Neraka yang maha dahsyat sakitnya akibat dari perbuatan ‘pencurian’ itu. Oleh karena itu, jangan coba-coba ‘mencuri’ hak orang lain di atas dunia ini kawan!. Semoga bermanfaat tulisan ini. Wallahu ‘alam bisshawab.(*)

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *