Oleh: Fahrul Abd. Muid/Penulis Adalah Dosen Pada IAIN Ternate-Maluku Utara
ADALAH PEMILIHAN UMUM sebagai wasilah (sarana) kedaulatan rakyat Indonesia untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota DPRD Provinsi, dan anggota DPRD Kabupaten/Kota di seluruh wilayah kesatuan Republik Indonesia. Tahapan Pemilu ada sebelas tahapan yang wajib dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum sesuai dengan perintah UU 7 Tahun 2017 pada pasal 167 sampai dengan ditetapkan hasil Pemilu.
Banyak calon legislatif yang beribut karaasiyyun (kursi-kursi) yang saat ini masih ada tuannya, tetapi sudah diperebutkan seolah-olah kursi-kursi itu tidak bertuan lagi. Hal ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa Pemilihan Umum yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali ini adalah sebagai arena game untuk mempertahankan kekuasaan dan meraih kekuasaan dengan cara memalsukan hasil pemilu.
Maka Pemilihan Umum dapat dimaknai sebagai arena konflik yang halal dan legal untuk memenuhi syahwat politik para pemburu kekuasaan demi mengejar kepentingan pribadinya, dan anda palsu saja kalau dikatakan demi kepentingan rakyat. Buktinya, mereka yang telah dipilih oleh suara rakyat pada Pemilihan Umum tahun 2019 tidak banyak berbuat untuk kepentingan rakyatnya.
Rakyat yang memiliki hak suara hanya dimanfaatkan “sesaat” pada saat Pemilu saja, setelah selesai Pemilu maka rakyat tidak lagi dibutuhkan, nanti mereka yang telah dipilih oleh suara rakyat pada Pemilu tahun 2024 pasti tidak banyak berbuat lagi untuk kepentingan rakyatnya, ternyata mereka penuh dengan kepalsuan saja.
Komisi Pemilihan Umum akan menetapkan mereka yang terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak dan dari suara rakyat itu akan dikonversi menjadi perolehan kursi, harusnya mereka yang terpilih “sadar diri” dan wajib hukumnya banyak berbuat untuk membela hak-hak dasar rakyatnya, seperti berjihad untuk biaya pendidikan dan kesehatan yang murah bagi rakyat, dan memperjuangkan kenaikan harga komoditi hasil pertanian dan kelautan yang signifikan untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya dan seterusnya.
Komisi Pemilihan Umum saat ini sedang dan akan melaksanakan tahapan rekapitulasi penghitungan suara pemilu yang tidak mudah karena tidak sedikit tantangan dan hambatan yang akan muncul, belum lagi potensi terjadi dugaan pelanggaran Pemilu yang wajib dimitigasi sedari awal oleh Bawaslu secara berjenjang.
Maka para pihak harus berperan aktif untuk menjamin Mutu dan kualitas Pemilu agar berjalan dengan damai, jujur dan adil berdasarkan peraturan perundang-undangan, guna mewujudkan Pemilu ini yang lebih berintegritas, berkualitas, bermartabat dan berakhlaqul karimah. Karena tujuan utama dari pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2024 adalah untuk memilih pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat secara jujur dan adil.
Komisi Pemilihan Umum secara berjenjang yang bertugas melaksanakan teknis Pemilu ini harus dengan jujur dan adil, tidak boleh ada kepalsuan yang sengaja dilakukan oleh penyelenggara pemilu dalam proses rekapitulasi penghitungan suara.
Dan, Badan Pengawas Pemilihan Umum secara berjenjang agar melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan pemilu ini secara jujur dan adil, tidak boleh anda melakukan kepalsuan dalam menjalankan tugas pengawasan pada proses rekapitulasi penghitungan suara.
Maka semua pihak yang telah memenuhi syarat untuk terlibat dalam Pemilu harus juga dengan menampilkan perilaku yang jujur dan adil, tidak boleh ada kesepakatan jahat dan kepalsuan yang dilakukan dengan cara-cara kotor dan berbuat zalim dengan merampok suara orang lain.
Oleh karena Pemilu ini adalah milik kita semua, maka jangan palsukan hasil Pemilu kita kawan. Untuk itu, demi menciptakan Pemilu yang damai, jujur dan adil, maka kita semua harus peka dan sigap untuk melawan gerakan kepalsuan dalam pelaksanaan Pemilu ini dengan cara, anda harus jujur dan adil kawan, menjunjung tinggi norma hukum pemilu, menjaga keamanan bersama, menjaga hak-hak orang lain, menjamin dan melindungi hak pilih warga kawan, dan jangan menghalalkan segala cara untuk menzalimi orang lain dengan cara mencuri suaranya kawan. Malulah anda kawan!.
Pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2024 harus lebih berkualitas, berintegritas, jujur dan adil pada proses dan hasilnya dari pada pelaksanaan Pemilu sebelumnya kawan, artinya bahwa pemilu hari ini tidak boleh sama kualitasnya, tetapi ada bedanya dan harus lebih baik dalam ukuran kualitasnya.
Jika Pemilu tahun 2024 ini kualitasnya tidak meningkat secara signifikan dan nyaris sama saja dengan Pemilu 2019, maka Pemilu serentak tahun 2024 adalah Pemilu yang mengalami kerugian yang besar dalam semua aspek (pemilu yang menghambur-hamburkan uang rakyat), apalagi jika Pemilu tahun 2024 memiliki kualitas yang sangat buruk karena penuh dengan kepalsuan, maka Pemilu ini adalah Pemilu yang sangat terlaknat dan/atau Pemilu hari ini adalah pemilu yang penuh dengan kepalsuan kawan.
Oleh karena itu, ciri-ciri Pemilu yang tidak penuh dengan kepalsuan adalah, Pertama, Penyelenggara Pemilihan Umum secara berjenjang (KPU dan Bawaslu) dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki sikap “at-Tawassuth” (Netralitas-tidak memihak kepada kepentingan pihak manapun), “at-Tawazun” (konsisten menjaga keseimbangan dalam melaksanakan Pemilu), dan “al-I’tidal” (penyelenggara pemilu tegak lurus ke depan dan tidak boleh bersikap bengkok).
Kedua, Peserta Pemilu (si calon dan si caleg) jangan berbuat curang dengan tindakan praktik “money politic” (politik uang) dalam upaya menarik simpati masyarakat dan merebut suara terbanyak dengan menghalalkan segala cara (praktik jual-beli suara). Di masa pemilu acap kali kita melihat berbagai bentuk pemberian dari para calon dan/atau caleg kepada para pemilih.
Para calon dan/atau caleg membagikan fulus kepada penyelenggara pemilu untuk dijadikan sebagai ongkos agar memenangkan si caleg tertentu, jika hal demikian benar terjadi dilapangan, maka penyelenggara pemilu tersebut telah melanggar sumpahnya dan cacat integritas sebagai penyelenggara serta haram hukumnya untuk dipilih kembali yang bersangkutan sebagai penyelenggara pemilu/pemilihan.
Bahkan si calon dan si caleg terkadang menggunakan momen pemilihan umum untuk memberikan fulus kepada para pemilih dengan alasan ini uang zakat dan shadaqah. Pemberian dengan berbagai dalih tersebut tidak lepas dari maksud tertentu dan berpengaruh kepada pemilih dalam menentukan calon dan/atau caleg yang akan dipilihnya.
Sedangkan ciri-ciri Pemilu yang penuh dengan kepalsuan adalah terlihat secara nyata adanya tindakan “ketidak-adilan” yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu secara berjenjang (KPU dan Bawaslu) dengan praktik-praktik penyimpangan, ketidakjujuran, dan sikap tidak berlaku adil (diskriminatif) kepada semua pihak dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Ciri Pemilu tersebut di atas, jika tidak dilaksanakan dengan baik, maka hal ini merupakan tindakan dan/atau perbuatan yang sangat menghancurkan harkat dan martabat Pemilu saya, Anda dan kita semua. Yang seharusnya semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pemilu harus bekerja atas nama Undang-undang dan lebih pada menjaga integritas dan profesionalitas dalam menunaikan tugas, wewenang dan kewajibannya sebagai penyelenggara Pemilu.
Maka Pemilu kali ini jangan sampai tergolong sebagai “Pemilu yang Terlaknat” dan jangan sampai hasil Pemilu hari ini pun penuh dengan kepalsuan yang dilakukan sendiri oleh penyelenggara Pemilu. Ingat mati kawan!. Semoga bermanfaat tulisan ini. Amin. Wallahu ‘Alam Bisshawab.(*)