LANTUNAN SYAHDU suara emas dari seorang penyanyi legendaris kondang Dewi Yul di platform TikTok yang lagi viral ini, mengajak kita untuk kembali memikirkan ulang dan menimbang-nimbang secara matang sebelum terlanjur memilih.
Petikan lirik lagu tersebut, membuat hati, perasaan, dan pikiran kita akan semakin tenang sekaligus berupaya untuk memahami apa sebanarnya hakikat demokrasi.
Pemahaman ini penting, agar kita menyadari bahwa politik yang didasari oleh akal sehat selalu menjunjung kesetaraan, kebersamaan untuk mengemban janji dan memupuk harapan dengan sikap saling menghormati, tulus, terbuka tanpa harus mengumbar kejelekan orang lain. Itulah substansi dari sebuah keadaban demokrasi yang hendak kita bangun ke depan agar dapat diwarisi anak cucu kita.
Pada penggalan lirik yang lain terdapat untaian “semua terserah padamu mau memilih siapa”. Disinilah kita bercermin untuk belajar memaknai esensi demokrasi, karena semua orang punya hak dan kebebasan yang sama untuk menyatakan pilihan meskipun berbeda.
Lagi pula masing-masing pemilih juga tentu memiliki caranya sendiri dalam mengekspresikan perbedaan pilihan politik. Maka dari itu sah-sah saja dan wajar, tidak boleh heran siapapun dilarang keras memaksakan kehendak orang lain tanpa alasan yang jelas untuk mengikuti keinginannya.
Terkecuali di negara otoriter, hak dan kebebasan rakyat seringkali dibungkam untuk melindungi penguasa. Oleh sebab itu, oposisi dianggap sangat mengganggu, bahkan akan mengancam stabilitas keamanan nasional dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga kalau perlu gerakan oposisi harus disingkirkan, entah dengan cara apapun.
Padahal di negara modern yang demokrasi politiknya sudah matang, justru memberi peluang bagi kekuatan oposisi untuk melakukan chek and balance terhadap pelaksanaan pembangunan. Terutama dalam mengkritisi kebijakan pemerintah jika dianggap tidak pro pada kepentingan rakyat.
Hanya terkadang kita saja yang terlalu genit dan sensitif merespon isu-isu politik yang berbeda. Pemilu hari ini merupakan istrumen atau sarana demokrasi bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi politik.
Sehingga perbedaan pilihan tak perlu disikapi dengan gaya bahasa yang terlampau over acting atau bertindak berlebihan sampai tanpa sadar harus turut mencampuri dan mempengaruhi secara paksa hak paling azasi dimiliki oleh setiap anak bangsa. Sebab, kata hati memiliki misteri yang sulit diduga atau ditebak secara pasti, karena hanya Tuhan sajalah yang punya kuasa untuk membolak balik hati setiap orang.
Apalagi konsensus secara nasional, kita sudah memilih Indonesia sebagai satu-satunya negara di dunia yang menganut demokrasi Pancasila, walaupun kita mengakui Indeks Demokrasi (ID) kita terus melorot tiap tahun. (baca; hasil riset EIU).
Dibalik krisis Indeks Demokrasi ini, membuat kita terpaksa harus kembali belajar ulang tentang pengertian etimologi demokrasi yang diproduksi dari bahasa Yunani, Demos artinya rakyat dan Kratos berarti kekuasaan. Maka, secara harfiah makna dari kata demokrasi menunjukan kekuasaan di tangan rakyat. Jadi kekuasaan melekat pada hak rakyat, bukan pemerintah.
Karena itu, pemerintah diberikan amanah dan kepercayaan oleh rakyat untuk mengatur jalannya mekanisme domokrasi sebagai bentuk perwujudan dari hak kedaulatan rakyak. Jangan dibalik bisa berpotensi menjadi pemerintahan otoriter.
Hari ini tepat tanggal 27 november tahun 2024 di bilik kotak suara akan menjadi saksi sejarah bagaimana proses demokrasi ini dapat berjalan secara konstitusional, aman, dan damai tanpa terjadi huru hara. Agar hak-hak rakyat terjamin sesuai azas pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia (luber) jujur, adil dan beradab. Hari ini juga kita mengakui bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan yang harus kita junjung tinggi untuk melindungi harkat dan martabat mereka.
Kita juga diharapkan bisa mampu membuktikan bahwa perbedaan pilihan itu adalah anugrah Tuhan yang patut kita hormati. Pastikan di ujung pena dan hati kita berada dalam satu tarikan napas “siapapun dan apapun pilihanmu”, akan kita hargai. Yang penting”jangan sampai salah memilih”, kata Dewi Yul sembari kita menikmati lantunan suara lembut dan syahdu.
Di hari ini pula perbedaan pilihan itu akan berakhir, dan kita kembali beraktivitas seperti biasa. Mungkin kita dituntut belajar lebih dewasa dalam berdemokrasi. Memang tidak mudah, karena kita juga mengakui bahwa upaya memupuk dan memelihara perbedaan di tengah tensi tahun politik yang begitu tinggi masih sangat sulit mencapai titik kompromi.
Tetapi inilah fakta demokrasi, yang tidak bisa kita hindari. Kecuali harus dilalui dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, untuk menyikapi perbedaan pilihan, sehingga efek polarisasi yang mengancam kehidupan masyarakat dapat diminimalisir. Selamat menentukan pilihan yang tepat sesuai hati nurani. (*)