FAKTA terbaru kembali terungkap dalam polemik penghentian pembayaran gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat kasus tindak pidana di lingkungan Pemkab Pulau Morotai. Dugaan kebijakan sepihak dan tebang pilih kian menguat setelah terungkap adanya perubahan lampiran surat resmi Sekretaris Daerah (Sekda).
Sebelumnya, pada 4 November 2025, Sekda Morotai Muhammad Umar Ali menerbitkan Surat Nomor 800.1/746/SETDA-PM/XI/2025 tentang Penghentian Pembayaran Gaji ASN yang terlibat Kasus Tindak Pidana yang Berhubungan dengan Jabatan. Surat tersebut ditujukan kepada Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Pulau Morotai.
Dalam lampiran awal, tercantum enam nama ASN, yakni, Reinhard Jongky Makangiras, Monalisa Hairuddin, M. Setiawan Kaplale, Yofani Bandari, Adil Makmur dan Aprianto Melkias Siruang. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan pelaksanaan yang janggal dan tidak konsisten.
Mantan Plt Kepala BPKAD Pulau Morotai, Adhar Andi Sunding ketika dikonfirmasi, Rabu (10/12/2025) di ruang kernya . membenarkan adanya surat penghentian gaji tersebut. Namun ia mengungkap fakta mengejutkan: surat itu sempat ditarik dan dimasukkan kembali dengan lampiran berbeda.
“Benar surat itu masuk bulan November untuk penghentian gaji bulan Desember 2025. Tetapi dua atau tiga hari kemudian suratnya ditarik, lalu dimasukkan kembali dengan nomor dan tanggal yang sama, hanya saja lampirannya berubah. Tinggal satu nama, Ibu Yofani Bandari. Yang lain sudah tidak ada,” ungkap Adhar.
Perubahan ini berimplikasi besar. Karena dalam sistem pembayaran, hanya ASN yang tercantum dalam lampiran surat yang wajib dihentikan. Ironisnya, dalam realisasi kebijakan tersebut Yofani Bandari, yang status hukumnya telah bebas dari hukuman, justru gajinya dihentikan. Tiga ASN lain dengan status hukum sama (telah bebas), gajinya tetap dicairkan hingga Desember 2025.
Sementara 1 oknum ASN yang masih menjalani hukuman, tetap menerima gaji setiap bulan berjalan. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius soal konsistensi, keadilan dan transparansi kebijakan Pemda Morotai. “Kami juga bingung. Dalam surat pertama nama mereka ada, tiba-tiba hilang. Kalau dilihat dari data kepegawaian, sebenarnya status mereka aktif semua,” jelas adhar.
Saat ditanya mengapa hanya Yofani Bandari yang dihentikan gajinya sementara ASN lain dengan status hukum yang sama tetap dibayar, Adhar menegaskan keputusan itu bukan di level teknis. “Itu ranah pimpinan. Kami hanya menjalankan teknis pembayaran,” Ujarnya.
Fakta perubahan lampiran surat resmi, perlakuan tidak merata, serta penarikan dan penerbitan ulang dokumen dengan nomor dan tanggal yang sama, membuka ruang dugaan rekayasa administrasi dan penegakan kebijakan yang tidak adil.(*)
Penulis : Moh
Editor. : S.S.Suhara






