Kepada Tuan Gubernur Maluku Utara

Oleh : Aba Kawindra, Pengiat Di Salawaku Institute, Warga Teluk Buli Halmahera Timur, Maluku Utara 

JIKA TUAN TIDAK sempat mengunjungi pesisir Halmahera. Lebih khusus lagi pesisir Halmahera bagian Timur. Tuan cukup membuka peta untuk melihat wajah pulau-pulau kecil dan pesisir yang sudah tamat akibat keserakahan perusahaan tambang nikel. Pulau Gei di Teluk Buli, pulau Mabuli di Mabapura dan pesisir Moronopo yang kini sudah berubah wajah dari pesisir pasir putih jadi pesisir lumpur merah.

Tuan tahu? Itu Pulau Gei, Mabuli dan pesisir Moronopo adalah tempat hidup orang Buli-Maba memenuhi kebutuhan protein hariannya secara gratis, kini sudah binasa. Dahulu, orang Buli menjelajahi pesisir indah ini dengan slong—perahu khas Buli—menginap dari satu hol (teluk kecil)—ke hol lain memanah ikan dan menyelam kerang. Hari ini, jangankan memanah ikan, kerang-kerang berprotein tinggi itu sudah pindah ke area yang lebih dalam. Hasil tangkap nelayan terus melorot, jala nelayan teri yang terus kotor dengan lumpur merah.

Hari ini Tuan, setelah pulau kecil dan pesisir itu telah tamat, setelah biaya hidup di area industri yang begitu tinggi. Orang Buli dihadapkan lagi dengan rencana penambangan PT Priven Lestari di belakang Buli Kecamatan Maba. Yang entah dengan alasan apa izinnya Tuan perpanjang pada tahun 2019. Padahal, sejak 2015-2018 empat sampai enam kali Konsultasi Publik Orang Buli konsisten menolak keras rencana penambangan itu.

Berbagai cara telah dilakukan; aksi damai dan kampanye, rapat-rapat dengan pimpinan kecamatan, dengar pendapat dengan DPRD Halmahera Timur, menyerahkan berkas penolakan di DPRD Provinsi dan Pemerintahan daerah yang Tuan pimpin.

Tetapi, akhir Bulan Mei 2023 PT Priven Lestari malah membuka rentesan jalan untuk mobilisasi alat berat dan jetty perusahaan. Teranglah, bahwa suara warga sama sekali tidak didengar. Pendapat dan sikap penolakan masyarakat sama sekali tidak dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam dokumen hasil Konsultasi Publik oleh PT Priven Lestari. Pihak perusahaan malah membagikan kuisioner persetujuan di luar rapat resmi. Di warung-warung dan jalan-jalan dengan cara suap.

Tuan Gubernur, kami merasa PT Priven Lestari tidak menghargai keputusan bersama dalam pertemuan-pertemuan resmi. Kami merasa suara dan sikap kami dianggap angin lalu.

Sudah Cukup

Tuan, mengapa kami menolak keras PT Priven Lestari?

Bila tidak sempat melihat peta. Perintahkan bawahan Tuan untuk memperlihatkan kepada Tuan berapa jumlah luasan Izin Usaha Pertambangan di Halmahera Timur. Mengejutkan: 173.681,11 ha (seratus tujuh puluh tiga ribu enam ratus delapan puluh satu koma sebelas hektare) atau 17.368 (tujuh belas ribu tiga ratus enam puluh delapan km2), yang dimiliki oleh 20 perusahaan tambang. Luasan ini lebih dari cukup memenuhi kebutuhan tenaga kerja lokal. Juga cukup untuk mengisi rekening pengusaha tambang dan keluarganya.

Beberapa ancaman serius yang akan kami terima jika PT Priven Lestari menguliti hutan dan gunung di belakang Buli Kecamatan Maba. Sembilan aliran sungai, masuk di dalam konsesi PT Priven saat ini digunakan untuk keperluan harian orang Buli. Lima sumber air bersih (tiga di antaranya masuk di dalam konsesi) termasuk di dalamnya sumber air bersih yang dibuat oleh dinas terkait yang Tuan pimpin.

Jika Tuan perhatian dengan seksama, wilayah Teluk Buli di Halmahara Timur termasuk dalam zona rawan bencana pada tiga kategori sekaligus: Zona Gempa Bumi, Zona Tanah Longsor dan Banjir. Sehingga tepat kawasan belakang Buli Kecamatan Maba ditetapkan sebagai hutan lindung.

Tetapi, Tuan, izin PT Priven yang Tuan perpanjang menabrak hutan lindung. Kawasan konsesi perusahaan ini tidak lebih 1 km dari pemukiman-baru warga Buli. Tidak ada jaminan sama sekali aktivitas penambangan akan menjaga kelangsungan ekologis dan ekosistem hutan juga daerah aliran sungai di belakang Buli. Dan kami tidak percaya lagi dengan presentasi-presentasi dari orang-orang bayaran mengenai penanganan dampak, analisa lingkungan dan banyak macamnya itu.

Pengalaman dan Pelajaran

Pengalaman dan kenyataan telah mengajari kami banyak hal. Yang kami saksikan sehari-hari. Di sini, di Halmahera Timur ini. Tidak ada satu pun perusahaan tambang yang benar-benar serius melakukan pemulihan paska tambang. Pula kecil Geei di Teluk Buli, Pulau Mabuli di Mabapura, Gunung Diva di belakang Maba-Wailukum adalah bukti nyata tidak adanya pemulihan pasca tambang. Bekas-bekas tambang ini dibiarkan menganga begitu saja. Apakah Dinas terkait yang Tuan pimpin memeriksa ini semua?

Akhir

Tuan, Orang Buli hanya punya ruang tersisa: kawasan di belakang Buli dan Gunung Wato wato. Kiri-kanan dan laut sudah sudah masuk dalam konsesi raksasa PT Antam

Kami berharap Tuan dengan kebeningan hati dan kebijaksaan datanglah ke Kementerian terkait mintakan cabutlah izin PT Priven Lestari. Arogansi dan keras kepala perusahaan akhir-akhir ini akan memicu konflik sosial berkepanjangan. Karena hanya inilah ruang orang Buli yang tersisa, inilah nafas terakhir orang Buli.

Tuan, biarlah kawasan belakang Buli itu milik generasi mendatang. Biarlah Gunung Wato-wato menghembuskan nafas hidupnya untuk anak-anak orang Buli dan mereka yang mencari nafkah di sini. Biarlah pepohonan-hijau, kicau burung dan bening sungai menemani anak-cucu kita sepanjang zaman.

Tuan, biarlah gunung dan lembah Wato-wato mengalirkan sungai-sungai jernihnya untuk mewudhuhi anak cucu kita. (*)

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *