Ketua Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT) Jabodetabek, Hamdan Halil
BANJIR BERULANG KALI terjadi di wilayah industri PT. IWIP, namun belum ada perhatian serius pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dan masih terkesan melakukan pembiaran.
Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT) Jabodetabek, mendesak kepada Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Halmahera Tengah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT. IWIP.
Dalam pengamatan PB FORMMALUT, bahwa AMDAL PT. IWIP dianggap janggal sejak pembahasan yang dilaksankan pada Senin 7 Maret 2022 yakni jauh dari prinsip partisipatif karena tidak melibatkan berbagai unsur seperti DPRD, Pemerintah Daerah dan elemen masyarakat, termasuk LSM Lingkungan, Pemerhati Lingkungan dan Akademisi.
“Karena itu kami menduga kuat bahwa dokumen AMDAL PT. IWIP ini belum mengakomodasi kajian kompherensif aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat, mengenai usaha investasi beresiko tinggi ini,”tegas Ketua PB Formmalut, Hamdan Halil
Lebih lanjut kata dia, selain itu, mereka juga menyoroti master plant dan model penambangan PT IWIP yang menurut dugaan mereka adalah tidak sesuai dengan kaidah penambangan sebagaimana dalam ketentuan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Petambangan Mineral dan Batubara.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik (Good Mining Practice) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 95 huruf (a) dan Pasal 96 UU No 4/2009 Tentang Pertambangan Minerba serta ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaran Pengelolaan Usaha Pertambangan Minerba.
Di dalam ketentuan Permen ESDM tersebut mengatur beberapa hal diantaranya termasuk teknis pertambangan, keselamatan operasi pertambangan, K3 Pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, pemanfaatan teknologi, kemapuan rekayasa, rancang bangun, pengembangan dan penerapan teknologi pertambangan.
“Kami menduga ada indikasi kuat master plant dan model penambangan PT IWIP tidak sesuai dengan kaidah good mining practice,”Beber aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara.
Salah satu yang menjadi perhatian serius kata dia, adalah mitigasi resiko bencana akibat aktifitas pertambangan. Banjir ini memperlihatkan bahwa Proyek Strategis Nasional dan dikeramati sebagai objek vital nasional ini belum dibarengi dengan semangat mitigasi bencana sebagai upaya prefentif
Banjir ini dipicu berbagai hal, selain pembukaan lahan besar-besaran untuk kegiatan penambangan, juga diakibatkan oleh merubah/merekayasa daerah aliran sungai (yang kabarnya tidak mengantongi izin). Ketika curah hujan tinggi, kawasan industri ini mendapat kiriman aliran air hujan dari dataran hilir ke hulu.
“Dalam kajian kami, secara khusus mengenai pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), kami mengusulkan perlu untuk memperhatikan curah hujan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pegendalian banjir. Intensitas curah hujan yang mengkibatkan terjadinya banjir dijadikan sebagai bahan estimasi untuk perencanaan saluran drainase, langkah antisipatif untuk menimalisir banjir, termasuk untuk kawasan jalan strategis nasional di sekitar kawasan rentan banjir tersebut,”beber dia.
Karena itu, perlu ada analisis hujan rencana untuk pengendalian banjir, yang menurut dia dapat menggunakan metode Distribusi Gumbel dengan menganalisis limpasan permukaan banjir saat ini melebihi 1 meter dari frekuensi banjir. Sehingga perlu diperhatikan curah hujan sebagai data periode tertentu untuk perencanaan pengendalian banjir meliputi langkah-lagkah seperti :
(i) menghitung standar deviasi dari data hujan di wilayah tertentu, (ii) menghitung faktor frekuensi dari data curah hujan di masing-masing wilayah, (ii) menghitung menghitung curah hujan menggunakan rencana periode ulang tahunan, (iv) data hujan tahunan, dan (v) menghitung curah hujan maksimum tertinggi dalam periode 1 tahun. Diperlukan kolaborasi multi pihak yang kompoten untuk dilibatkan dalam mitigasi ini.
Selain itu, dalam konteks peruntukan kawasan produksi sangat penting mempetimbangkan daya dukung dan keberlanjutan lingkungan. Negara di semua level, kementrian/lembaga terkait, Pemprov dan Pemda, memiliki tanggungjawab sosial negara sesuai kewenangannya berperan penting tidak hanya pada aspek perencanaan dan perizinan, tetapi juga pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Kemudian dikatakannya, penataan dan peruntukan ruang dan wilayah, tidak sekedar untuk memenuhi ekpektasi investasi tetapi juga mengedepankan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLH) adil dan berkelanjutan, sehingga investasi SDA tidak berubah menjadi petaka dan menuai kemiskinan akut di masa kini dan mendatang akibat tata kelola yang mengidap syndrome eksploitasi.
Mencermati banjir berulang ini, DPRD Halteng diharapkan bisa mewakili aspirasi di tengah keadaan emergensi. DPRD sepertinya tidak punya taji. Padahal, dalam konsep parlemen dikenal istilah beyond of parlemen. DPRD dituntut responsif dan tidak boleh kaku karena minimnya kewenangan.
Ada keadaan emergensi. Rakyat sedang dilanda musibah, stabilitas investasi terganggu” Kalau bukan lewat wakil rakyat, lalu lewat siapa kemarahan rakyat bisa tersalurkan. Kalau DPRD masih sibuk mendebatkan kewenangannya, malahan akan menurunkan kepercayaan rakyat terhadap lembaga yang mewakilinya,”tegas Mahasiswa Konstitusi dan Legisprudensi STH Indonesia Jentera itu.
Menurut dia, Pj Bupati Halteng adalah utusan Jakarta. Olehnya itu, pucuk pimpinan Pemkab Halteng saat ini dipimpin Jakarta. Kiranya lembaga terhormat DPRD ini bisa memberi usul dan tekanan agar ada evaluasi, mitigasi bencana, dan hal2 penting strategis dilakukan sebagai upaya dini terhadap berbagai problem pengelolaan sumber daya di Halmahera Tengah.(tim/red)