Tolak Investasi Pertambangan Di Maba Selatan, FGAT Mabsel Menggelar Aksi Penolakan PT. Berkarya Bersama Halmahera

Aksi penolakan investasi pertambangan di Maba Selatan Halmahera Timur 

PIKIRANPOST.COM—Front Gerakan Anti Tambang (FGAT) Desa Bicoli, Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, menggelar aksi kampanye tolak PT. Berkarya Bersama Halmahera pada Senin 15 April 2024. Aksi penolakan itu berlangsung di dalam areal kampung Bicoli.

Dugaan hadirnya PT. Berkarya Bersama Halmahera (BBH) sudah dalam tahapan pengusulan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sejak tahun 2022 dengan luas usulan beroperasi 4.453 Hektar.

Isu kehadiran tambang tersebut menuai protes dari sejumlah pihak, diantaranya mahasiswa, pemuda, dan masyarakat yang tergabung dalam Front Gerakan Anti Tambang karena berpotensi merusak alam, baik itu hutan maupun laut.

Koordinator FGAT Suswadi Abadan kepada Pikiranpost.com, Selasa 16 April 2024, menyebutkan bahwa  gerakan ini sebagai langkah awal untuk mengajak seluruh komponen dan lapisan masyarakat  Bicoli dan umumnya Maba Selatan agar berikhtiar bersama dan seriusi terkait akan hadirnya Industri Pertambangan, dalam hal ini adalah PT. BBH yang akan bercokol dan beroperasi di Maba Selatan.

“Ini sebagai langkah awal untuk menyatukan persepsi, bahwa hadirnya tambang lebih banyak mendatangkan mudharat “, ungkapnya.

Sekadar diketahui, lanjut dia, wilayah Maba selatan di dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Kabupaten Halmahera Timur adalah kawasan yang diperuntukan pengembangan potensi alam pada sektor perikanan, pertanian, dan juga pariwisata.

“Wilayah Maba Selatan ini masuk zona prioritas kawasan pengembangan perikanan, pertanian, dan pariwisata, karenanya investasi pertambangan yang hendak hadir tidak relevan dengan perencanaan yang berbasis pada potensi alam daerah setempat yang telah ditetapkan dalam Rt/Rw,” cetusnya.

Pria dengan sapaan akrab Wadi ini juga menjelaskan bahwa masyarakat Maba Selatan mayoritasnya adalah Petani dan Nelayan, sehingga melangsungkan hidup dari hasil tani dan melaut, juga sebagai aktifitas utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Sangat disayangkan jika perusahaan ini beroperasi, om-om dalam kampung yang notabenenya nelayan dan petani mata pencahariannya akan terancam, akibat dampak pertambangan secara ekologis yang nantinya merusak laut dan hutan”, tutup wadi.

Sementara media ini berupaya untuk mengkonfirmasi pihak-pihak terkait, namun belum menemukan nomor kontak mereka.(*)

Penulis : Riski
Editor    : S.S.Suhara

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *