Ini Penyebab Dugaan Proyek Gagal SPAM Limbo, Kementerian PUPR Didesak Tangguhkan Realisasi Rp 29 Miliar

PIKIRANPOST.COM– Pekerjaan proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Desa Limbo, di Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara, yang dikerjakan pada tahun 2019 lalu, hingga saat ini diketahui tidak bisa difungsikan sama sekali karena gagal konstruksi.

Gagal beroperasinya SPAM Limbo tersebut, setelah dilakukan kajian oleh pihak terkait berkompeten, ditemukan adanya putus pipa bawah laut akibat tersapu arus cukup kuat di Selat Limbo.

Hal ini juga diperkuat dengan hasil telaah tim Kementerian PUPR, yang tercantum dalam dokumen spesifikasi teknis pada poin satu angkaromawi, terkait ruang lingkup pekerjaan konstruksi.

Dan uraian umum program, pada poin satu dan dua tentang isu strategis serta permasalahan yang terjadi di lokasi usulan kegiatan optimalisasi SPAM Limbo tahun 2023, halaman tiga.

Dan dokumen spesifikasi teknis ini telah ditandatangani Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Air Minum Satker Pelaksana Prasarana Permukiman, Balai Prasarana Permukiman Wilayah Provinsi Maluku Utara, Sitti Halija Efendi, ST, tertanggal 15 Mei 2023.

Pada poin satu terkait unit produksi disebutkan, IPA eksisting tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya. Kemudian tidak adanya pemeliharaan lanjutan, sehingga terjadi longsor pada bagian sisi kanan bangunan IPA. Yang tentu membutuhkan pekerjaan perbaikan dan pemasangan talud.

Kemudian poin dua terkait distribusi menerangkan, pipa bawah laut dari Beringin ke Pulau Limbo, mengalami putus, akibat kuatnya arus laut. Sehingga diperlukan adanya pemasangan pipa baru, yang jalurnya telah ditentukan dari hasil kajian teknis jaringan perpipaan bawah laut di Selat Pulau Limbo.

Terkait putus pipa bawah laut ini, setelah ditelusuri, ditemukan data berupa potongan video berdurasi lebih kurang 8 menit, memperlihatan aktivitas pemasangan pipa dan beton pemberat di dasar laut oleh penyelam.

Disertai keterangan video yang menyebut “Aksi bawah laut Taliabu Barat Laut dan Pulau Limbo. Jalur pemasangan pipa air bersih menuju Pulau Limbo. Insya Allah sukses terpasang 2 jalur pipa di akhir Maret 2020”. Dan keterangan video lainnya: “Pemasangan instalasi pipa bawah laut Beringin Limbo”.

Dari data video ini terlihat, seorang penyelam sanggup mengangkat dan memindahkan beton pemberat pipa dari jarak yang satu ke jarak yang lainnya. Padahal, merujuk dokumen spesifikasi teknis untuk optimalisasi SPAM Limbo yang sudah ditandatangani PPK Air Minum 15 Mei 2023 lalu, meski tidak tertuju pada item spesifikasi pekerjaan tahun 2019 lalu, paling tidak menjadi acuan umum gambaran konstruksi pemasangan pipa dan beton pemberat bawah laut. Apalagi, sudah diketahui, lokasi bawah laut Selat Limbo terkenal dengan arus laut cukup kuat.

Dengan kata lain, beton pemberat yang dipasangkan pada pipa terlampau kecil dan ringan. Sehingga seorang penyelam pun bisa mengangkat dan memindahkannya ke sana kemari. Yang seharusnya merujuk dokumen spesifikasi teknis konstruksi halaman 35 tergambar, mestinya beton pemberat pipa (beton precash) dicetak dengan mutu K350, dengan bobot 1.559 kg/pasang, dan menggunakan semen tipe V (bangunan dalam air), yang dicetak berdasarkan petunjuk dan gambar desain.

Dari data ini bisa dianalisa, jika satu pasang beton saja berbobot 1.559, maka dua pasang beton pemberat, bobotnya bisa mencapai 3.118, atau tiga ton lebih. Dengan demikian, seorang penyelam, tidak akan mungkin mengangkat beban beton berbobot 3 ton meski di dalam air seperti terlihat dalam gambar (video).Dan semestinya pula menggunakan parasut pengambang. Barulah bisa mendorong dan memindahkan ke sana kemari.

Mencermati hal ini, Ketua Pemuda Solidaritas Merah Putih Provinsi Maluku Utara (PSMP Malut), Mudasir Ishak, menilai, bahwa konstruksi pemasangan pipa dan pemberat bawah laut tersebut gagal total, atau gagal konstruksi. Karena terbukti, hanya bertahan lebih kurang 7 bulan, pipa-pipa tersebut tersapu arus dan hilang entah ke mana. Akibatnya, hasil dari dibangunnya proyek SPAM gagal beroperasi hingga saat ini.

“Ini adalah kejahatan konstruksi yang luar biasa. Gagal konstruksi ini juga akibat perencanaan awal tidak tepat. Sehingga, pihak-pihak terkait yang mengerjakan proyek saat itu harus bertanggung jawab, terutama penggunaan anggarannya. Apalagi dananya cukup besar Rp 24 miliar lebih. Dan sekarang dianggarkan lagi dengan alasan optimalisasi dengan anggaran APBN bernilai fantastis Rp29 miliar lebih, dan telah selesai ditender pula,”kata Mudasir.

Apalagi, kata Mudasir, urgensi atau pentingnya dilakukan optimalisasi justeru disebabkan kerusakan dini terhadap SPAM yang baru seumur jagung itu setelah rampung dibangun (lebih kurang 7 bulan). Dan bukan pengembangan sesuai kebutuhan masyarakat akan air bersih.

“Yang namanya optimalisasi itu adalah pengembangan dari yang sudah ada. Artinya, proyek tersebut sedang beroperasi normal, sehingga dilakukan peningkatan atau penambahan sehingga lebih sempurna. Sementara yang ada di sana itu kan rusak, dan air tidak bisa disuplai akibat pipa bawah laut hilang tersapu arus. Mungkin perencanaannya keliru, sehingga proyek gagal dioperasikan. Lantas apa yang mau dioptimalkan. Apalagi dengan pengusulan anggaran yang baru, nilainya cukup fantastis hampir 30 milyar rupiah,” jelas Mudasir.

Atas hal ini Mudasir memaparkan, pihaknya akan melaporkan masalah ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu dekat, dan membawa serta dokumen pendukung yang diperolehnya. Seraya meminta pihak terkait untuk mengaudit kembali hasil pekerjaan serta penggunaan anggaran tahun 2019 dan 2020 lalu. Yang nilainya Rp24 milyar lebih itu.

“Kami juga mendesak Kementerian PUPR, agar anggaran Rp29 miliar untuk optimalisasi ini ditangguhkan realisasinya. Karena kami khawatir, modus yang sama akan terulang. Apalagi lokasi pembangunan SPAM ini sangat jauh dari ibukota Provinsi Maluku Utara, sudah barang tentu minim pengawasan. Kami juga meminta penegak hukum untuk mengaudit investigasi kembali atas hasil pekerjaan SPAM tahun 2019/2020 lalu itu. Sehingga memberikan efek jera terhadap kontraktor, atau pihak-pihak terkait lainnya yang ikut bersama mengerjakan proyek tersebut. Proyek rusak kok dioptimalisasi. Bangun baru namanya itu. Apalagi anggarannya lebih besar dari penganggaran pertama,” tegas Mudasir.

Untuk mengkonfirmasi kebenaran data berupa video yang ditemukan, sejumlah awak media berupaya menemui pihak berwenang pada kantor BPPW Malut di Kota Ternate. Namun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Air Minum Satker Pelaksana Prasarana Permukiman, Sitti Halija Efendi, ST, maupun pejabat lainnya yang berwenang belum berhasil ditemui.

“Ibu Halija (Sitti Halija Effendi-red) sedang berada di luar daerah. Pak Kepala Balai pun berada di luar daerah. Semua keluar daerah pak,” ucap petugas reception kantor BPPW Malut di Kota Ternate, Selasa (11/07/2023).(red/tim/fmk)

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *