PIKIRANPOST.COM– Baru-baru ini Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara (Malut) merilis jumlah penduduk miskin per Maret 2023 mencapai 83,80 ribu orang.
Hal itu tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,66 ribu orang jika dibandingkan bulan September 2022. Dimana, komoditi penyumbang terbesar pada kemiskinan di Maluku Utara adalah beras, dan kedua yaitu rokok.
Menanggapi hal itu, Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut, Sri Haryanti Hatari, mengatakan kemarin tengah dibahas isu tentang kemiskinan dalam rakor penanggulangan kemiskinan Forum Koordinasi Penduduk Miskin (FKPK).
“Kalau dikatakan bahwa ada mengalami peningkatan, ini yang kami bahas di rakor. Bisa jadi salah satu penyebabnya ialah ketika ada bantuan sosial (bansos),” ungkap Sri ditemui pikiranpost.com Selasa (18/7/2023) di Muara Hotel
Menurutnya, perlu adanya perbaikan terkait data penduduk miskin berdasarkan kategori, karena terdapat 14 indikator yang dipakai untuk menetapkan orang itu masuk dalam kategori penduduk miskin.
“Dari pemerintah sendiri kita sudah mengadakan rakor penanggulangan kemiskinan lewat FKPK untuk dilakukan penyamaan data di seluruh kabupaten/kota,” ucapnya.
“Kemudian melakukan kolaborasi dan sinergitas program-program yang langsung menyentuh kepada antisipasi kemiskinan,” sambungnya.
Soal penyebab kemiskinan dari sektor makanan seperti beras dan rokok, Sri menyebutkan bahwa akhir-akhir ini inflasi Maluku Utara naik signifikan, pemicunya salah satu kemarin adalah beras dan ikan segar.
“Kemudian beras dengan rokok. Itu memang komoditas yang memicu inflasi. Karena beras kita masih impor dari luar, oleh karena itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan,” terangnya.
Kata Sri, kalau terjadi inflasi tinggi daya beli pasti menurun. Sekarang ini yang sebenarnya di indikasikan pemicu inflasi selain beras, ialah BBM khususnya minyak tanah. Oleh karena itu akan dilakukan upaya-upaya.
“Mungkin kita akan ke Pertamina dulu, baru dilihat berapa data penyalur minyak tanah, kemudian kita akan rapat koordinasi karena minyak tanah yang disubsidi kadangkala tidak tepat sasaran,” ucapnya mengakhiri
Penulis : Ihdal Umam
Editor : S.S Suhara