Penasihat Hukum Terdakwa: Keluarga Merasa Tidak Puas Hasil Tes DNA Karena Penuh Kejanggalan

Iswanto SH.MH, Advokat/Pengacara dan Konsultan Hukum

PIKIRANPOST.COM–Sidang kasus dugaan tindak pidana persetubuhan anak dibawah umur di Trans Tayawi, Desa Koli, Kecamatan Oba Kota Tikep dengan nomor perkara 35/Pid.Sus/2023/PN.Sos, dengan terdakwa inisial Ts telah memasuki agenda tuntutan JPU.

Namun, sidang dengan agenda pembacaan tuntutan yang akan dilaksanakan pada Kamis (20/7/2023), di Pengadilan Negeri Soasio Tidore, ditunda.

Menurut Penasihat Hukum Terdakwa yaitu Iswanto, SH, MH, dan Muhammad Irwan, SH, kepada media ini mengatakan bahwa kasus ini sangat tidak masuk akal dan sangat menyimpang yang mana pada saat proses persidangan dengan agenda pembuktian sangat banyak terjadi kejanggalan.

Yang mana lanjut dia, menurut saksi korban, yang menerangkan bahwa terdakwa menyetubuhi korban yang pertama kalinya pada tanggal 12 Merat 2022 di belakang rumah warga kemudian yang ke 2 pada bulan April 2022 dirumah kebun dan yang ke 3 tanggal 12 Mei 2023 dikebun terdakwa.

Lebih jauh dia menerangkan, jika benar korban mengatakan bahwa kejadian persetubuhan pertama kali dilakukan oleh terdakwa pada tanggal 12 Meret 2022, namun kenyataannya berbeda dengan fakta menurut Visum Etrepertum dengen no. 445/025/11/2022 yg dikeluarkan oleh RSD Tidore Kepulauan pada 27 Mei 2022.

Yakni yang menerangkan hasil USG janin tunggal telah berusia 21 (dua puluh satu minggu) dan 6 (enam) hari, sehingga jika dihitung mundur sejak 27 Mei 2022 setelah VEP keluar sesuai dalam kalender maka tanggal 21 minggu dan 6 hari tersebut jatuh pada tanggal 25 Desember 2021 hal demikian diperkuat dengan saksi bidan Desa Trans Tayawi inisial MI. Yaitu menerangkan di persidangan di bawah sumpah, bahwa pada tanggal 27 Mei 2022 saksi menguji kehamilan korban dan usia kandungan korban sudah masuk sekitar 5 bulan 2 minggu, maka menurut.

“Kami penasihat hukum terdakwa menurut keterangan saksi korban dan dakwaan JPU kejadian pertama pada bulan Maret 2022, sangat tidak masuk akal jika kejadian pertama pada bulan maret 2022 sedangkan janin tersebut jadi pada bulan Desember 2021, dan timbul pertanyaan anak yg lahir dri kandungan korban tersebut adalah anak siap?,”kata Iswanto SH.MH, dengan nada tanya.

Yang mana lanjut dia, ditanyakan langsung oleh Hakim anggota 2 sebanyak tiga kali mengenai kejadian pertama kali pada bulan apa ? serta ada kah kejadian persetubuhan sebelum bulan maret 2022..? dan korban menjawab pada tangal 12 maret 2022 pertama kali terdakwa menyetubuhi korban, dan tidak ada sebelum bulan Maret 2022,

Perlu diketahui mengenai kondisi Korban sangat cakap, buktinya Korban bersekolah di sekolah biasa dan bukan di sekolah luar biasa dan setiap tahun korban selalu naik kelas hingga lulus sekolah dengan nilai mencukupi.

Kemudian menurut saksi istri terdakwa bahwa kemaluan terdakwa sudah tidak berfungsi sejak 3 tahun terakhir karena faktor usia langsia yaitu 82 tahun dan di perkuat dengan saksi bidan desa trans tayawi inisial MI yang mengatakan pernah menawarkan istri terdakwa untuk mengikuti KB (sebelum kasus ini terjadi) namun ditolak oleh istri terdakwa yang mana mengatakan tidak perlu ikut KB karena kemaluan suaminya sudah tidak berfungsi lagi,

Kemudian dalam surat hasil pemeriksaan DNA yang diajukan oleh JPU berkesimpulan bahwa anak yang dilahirkan oleh Saksi Korban adalah anak biologis antara korban dan terdakwa, yang mana, menurut pinasehat hukum terdakwa, bahwa uji Tes DNA itu sangat tidak sesuai prosedur dan cacat formil yang mana pada saat pengambilan sampel di rumah sakit bhayangkara memang telah di lakukan pengambilan sampel.

“Namun pada saat proses penyegelan sampel DNA tersebut tidak disaksikan oleh terdakwa, PH dan Saksi keluarga terdakwa, yang mana setelah pengambilan sampel tersebut terdakwa dan keluarga terdakwa di suruh pulang sehingga tidak melihat proses penyegelan DNA dan proses penyegelan tidak menggunakan benang kemudian di jahit dan diberikan lilin segel serta diberikan cup pada segel lilin tersebut,”beber dia.

Yang mana lanjut dia, sampel tersebut hanya dimasukan kedalam amplop coklat biasa dan diisolasi menggunakan lapban bening biasa yang biasa dijual di warung-warung dan juga sampel tersebut tidak langsung dikirim oleh penyidik atau dokter di RS tersebut melainkan dibawa lagi ke Polres Tidore Kepulauan dan dibiarkan selama 1 hari sehingga ke esokan harinya baru dikirim di Ternate melalui jasa pengiriman.

“Yang mana berita acara tes DNA saja diberikan dan ditandatangani oleh saksi di rumah makan milik saksi a de chart Supri di gambesi kemudian PH meminta menunjukan bukti pengiriman dari jasa pengiriman juga tidak ada,”jelas dia.

Sementara Muhammad Irwan, mengatakan dari hasil DNA tersebut keluarga terdakwa tidak merasa puas dengan hasil tersebut karena penuh kejanggalan sehingga.

” Kami selaku Penasihat Terdakwa meminta untuk melakukan Tes DNA ulang dengan menggunakan biaya yang di tanggung oleh keluarga terdakwa sendiri sehingga kami selaku kuasa hukum menyurat ke Kapolres Tidore Kepulauan Cq Kasat Reskrim Polres Tidore Kepulauan untuk meminta TES DNA ulang,”katanya.

Lebih jauh dia menerangkan bahwa, dimana surat tersebut di kirim sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 10 Desember 2022 dan tanggal 30 Januari 2023 serta dikirim tembusan ke Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan dan Pengadilan Negeri Soasio, namun tidak ada tanggapan dari pihak Penyidik mengenai permintaan Tes DNA ulang tersebut, dan bahkan anak terdakwa yang bernama Supri datang kepada Kasat Reskrim untuk meminta uji tes DNA ulang.

“Namun tidak ada persetujuan, pada saat pemeriksaan saksi Verbalisan bahwa penyidik mengetahui jika surat itu telah dikirim oleh Penasihat Hukum Terdakwa mengenai permintaan uji TES DNA ulang dan Penyidik telah menghubungi keluarga korban bernama inisial FK yang juga sebagai saksi dalam perkara ini namun FK mengatakan sudah terbukti jadi tidak perlu Tes DNA Ulang,”ungkap dia.

Lebih lanjut kata dia, namun keterangan FK dalam persidangan sebagai saksi menerangkan bahwa saksi tidak pernah diberitahu mengenai permintaan Tes DNA ulang oleh terdakwa.

“Maka menurut kami mengenai tes DNA ulang tersebut sudah terjadi penyimpangan yang sangat luar biasa yang mana penyidik mengatakan sudah memberitau ke FK dan FK mengatakan tidak pernah diberitahu oleh penyidik padahal saksi keduanya telah disumpah di dalam persidangan dan ada sanksi pidananya yaitu Pasal 242 KUHP mengenai keterangan palsu,”tukasnya.

Dan yang seharusnya, lanjut dia, jika memang dari pihak penyidik atau keluarga korban merasa yakin jika anak yang dilahirkan oleh korban adalah anak terdakwa akibat tindak pidana persetubuhan maka seharusnya mereka bersedia melakukan Tes DNA ulang, kemudian juga uji tes DNA juga tidak menggunakan uang negara.

Yakni melainkan menggunakan uang pribadi terdakwa sendiri agar sama-sama ke Jakarta dan melakukan uji TES DNA ulang di Pusat Kedokteran Dan Kesehatan Polri Biro Laboratorium dan Kesehatan Bidang Loboratorium DNA secara langsung sehingga terdakwa dan keluarga juga merasa puas atas hasil Tes DNA tersebut.

“Dan yang sangat mengherankan ada apa? serta alasan kenapa? sampai sudah menyurat sebanyak 2 kali serta menghadap langsung namun tidak diindahkan oleh penyidik dan keluarga korban. Kan tidak mungkin terdakwa serta Keluarga terdakwa datang ke rumah korban dan memaksa ikut untuk uji Tes DNA ulang seharusnya melalui Penyidik/Kepolisian Polres Tidore Kepulauan,”ungkap dia.

Dia bilang, padahal permohonan TES DNA ulang tersebut adalah penentuan nasib dari klien mereka yang mana telah berusia langsia yaitu 82 tahun yang mana seharusnya terdakwa telah berangkat ibadah haji pada tahun 2023 ini yang akibatnya terhalang karena telah ditahan oleh Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan kemudian oleh Pengadilan Negeri Soasio.

“Kami yakin sesuai dengan hukum acara dan secara hukum yang berlaku seharusnya terdakwa di bebaskan dari segala tuntutan oleh Majelis Hakim. Karena Dakwaan JPU dan Saksi Korban tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di Persidangan. Yang mana keseluruhan saksi adalah saksi ferbalisan dan hanya 1 saksi korban saja yang mengetahui kejadian tersebut namun keterangan korban juga tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di Persidangan,”jelas dia.

Selanjutnya, dikatakannya, mengenai tempat kejadian di 3 tempat sesuai penjelasan korban pada saat persidangan sangat tidak sesuai mengingat ketiga tempat tersebut adalah tempat yang sangat terbuka dan selalu di lewati banyak orang sehingga orang yang sudah berumur 82 tahun yang bergerak saja sudah sangat lambat.

“Sudah pasti tidak mungkin mau membuat hal-hal kesusilaan ditempat ramai seperti itu karena sudah pasti di lihat atau ditangap orang lain. Dan kami sebagai PH juga sudah turun ke lapangan untuk malakukan olah TKP yang mana tempat kejadian hanyalah hamparan rumput lapang yang dapat dilihat oleh banyak orang dan tidak ada penghalang untuk membuat sesuatu berkaitan dengan kesusilaan ditempat itu,”pungkas dia.(tim/red)

banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner banner

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *