Oleh: Fahrul Abd Muid/ Penulis adalah Dosen IAIN & Sekretaris ICMI Kota Ternate
DAlAM SYARAH KITAB“Fathul Mu’in” dijelaskan secara wadhih/jelas tentang potret kewajiban menunaikan al-amanah bagi seorang pemimpin/penguasa pada level Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota terhadap rakyatnya, yakni agar senantiasa konsisten di dalam membuat model policy atau kebijakan yang kemudian diputuskan berdasarkan kewenangan yang dimilikinya.
Tentunya harus bersandar pada ilmu pengetahuan, data dan fakta yang ada di lapangan dan wajib hukumnya agar policy-nya berorientasi untuk menjaga kemaslahatan warganya baik yang beragama Islam maupun yang non-Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu dengan satu kesatuan fungsi dan tujuan dengan menjamin ketersediaan kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat Indonesia tentang.
Yakni perihal jaminan ketercukupan kebutuhan pangan (sembilan bahan pokok yang murah) bagi rakyatnya, ketercukupan kebutuhan sandang (kebutuhan pakaian bagi rakyat) dan dipastikan tidak akan ada lagi ditemukan dimana-mana di seluruh negara kesatuan Republik Indonesia warga negaranya yang hidup di bawah garis kemiskinan dan hidup di bawah kolong jembatan karena berada dalam keadaan termiskin kan atau dimiskinkan oleh kebijakan negara yang zalim, dan yang tidak kalah pentingnya adalah jaminan ketercukupan kebutuhan papan (kebutuhan tempat tinggal atau rumah yang dibutuhkan oleh rakyat) dan harganya murah, agar rakyat akan terlindungi dari hujan, panas, angin, udara dingin, binatang buas, pencuri dan tidak ada lagi gangguan psikologis baginya dari orang lain.
Kemudian seorang pemimpin/penguasa (Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota) itu berkewajiban agar menjamin kesehatan rohani dan jasmaniah bagi rakyatnya dengan selalu memastikan adanya ketersediaan pelayanan rumah sakit dan puskesmas yang harganya sangat murah jika rakyat datang untuk berobat dan bahkan harganya gratis alias tidak dipungut biaya sedikitpun dari kantong rakyat tapi tetap harus dijamin kualitas pelayanannya dan wajib diberikan obat-obat yang berkualitas.
Kemudian, bahwa untuk mengetahui potret pemimpin/penguasa yang ‘adil adalah manakala seorang pemimpin/penguasa yang mampu menampilkan dirinya menjadi khadim atau pelayan yang is the best bagi masyarakat atau rakyatnya.
Dalam sebuah Hadis Nabi Muhammad Saw disebutkan bahwa pemimpin/penguasa bagi suatu kaum/bangsa itu harus menjadi khadim/pelayan bagi rakyatnya karena sesungguhnya yang menjadikan dia sebagai pemimpin/penguasa sebagai seorang Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah rakyat yang memilihnya dalam proses pemilihan umum secara langsung bukan bangsa jin atau bangsa iblis yang memilihnya.
Bahkan tidak hanya menjadi waiter untuk rakyat, tetapi justru wajib hukumnya untuk mementingkan kepentingan rakyatnya dalam membuat kebijakan. Seorang pemimpin/penguasa lebih-lebih yang harus didahulukan adalah kepentingan rakyatnya, baru kemudian memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya. Sebab seorang pemimpin/penguasa yang memikirkan rakyat sebenarnya ia pada hakikatnya memikirkan dirinya sendiri, karena ia memang termasuk bagian dari rakyat itu.
Disamping tentunya yang sangat substansi bagi seorang pemimpin/penguasa adalah ia juga harus memikirkan kepentingannya di akhirat kelak, tetapi pada realitasnya di negeri saya, anda dan kita semua terpotret bahwa ada seorang pemimpin/penguasa yang justru hanya memikirkan dirinya sendiri ketika berkuasa sebagai Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota dengan cara memanfaatkan kewenangannya untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan memperkaya diri dan keluarganya dalam mengelola anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) dan anggaran pendapatan belanja nasional (APBN) yang kita kenal dengan perilaku seorang pemimpin/penguasa yang korup alias berpotensi melakukan tindak pidana korupsi atas uang rakyatnya sendiri atau pemimpin/penguasa yang hobinya hanya mencuri uang rakyatnya.
Sikap mendahulukan kepentingan rakyat ini pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw ketika beliau dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah. Pada waktu beliau singgah di sebuah warung miliknya seorang rakyat yang bernama Ummu Ma’bad, beliau bermaksud membeli makanan dan minuman karena Nabi Saw merasa lapar dan haus, tetapi sayang makanan dan minuman yang akan dibeli oleh Nabi Saw tidak tersedia di warung tersebut.
Nabi Saw akhirnya minta izin kepada Ummu Ma’bad untuk memerah susu kambing yang diikat di pinggir rumahnya. Terlihat adanya seekor kambing yang kurus-kering, dan dipastikan tidak ada air susunya, kata Ummu Ma’bad kepada Nabi Saw.
Tetapi silahkan saja bila Anda mau mencobanya. Nabi Saw lalu memegang kambing itu seraya berdo’a agar kambing itu diberkahi susunya oleh Allah Swt. Dan benar, susu kambing itu kemudian memancar dengan deras. Maka Nabi Saw lalu menyuruh sahabat Abu Bakar dan orang-orang yang mendampingi Nabi Saw dari Makkah untuk meminum susu itu.
Begitu pula Ummu Ma’bad dipersilahkan untuk minum susu. Sesudah itu semunya telah dipastikan telah minum susu barulah Nabi Saw minum susu dan kemudian Nabi Saw berkata, “Orang yang memberi minum susu kepada kaum/rakyat itu, ia minum paling akhir.”
Begitulah tampilan seorang imam/pemimpin/penguasa (Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota) haruslah terlebih dahulu memikirkan nasib penderitaan yang dialami oleh rakyatnya, lalu memastikan bahwa mereka sudah makan atau belum, memastikan kebutuhan sandang, pangan dan papan bagi rakyatnya sudah terjamin atau belum dan selalu memikirkan siang dan malam keadaan rakyatnya sudah sejahtera atau belum.
Maka buatlah policy atau kebijakan yang berpihak kepada kepentingan rakyatnya secara keseluruhan tanpa tebang pilih agar terbukti secara nyata ia sanggup mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat secara merata dan dapat dirasakan manfaatnya oleh mereka.
Setelah rakyat seluruhnya dipastikan sudah makan-kenyang tidak ada lagi dijumpai rakyatnya yang kelaparan, setelah rakyat semuanya dipastikan sudah sejahtera kehidupannya, baru kemudian seorang pemimpin/penguasa dapat memikirkan dirinya sendiri dan keluarganya tanpa harus melakukan perbuatan korupsi uang APBN dan APBD yang akhirnya sangat merugikan dirinya dan keluarganya karena ia harus berurusan dengan penegakan hukum yang bernama KPK, tetapi ia harus mengambil hak-haknya sebagai pemimpin/penguasa (Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota) sesuai dengan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Inilah tampilan pemimpin/penguasa yang berilmu pengetahuan yang mumpuni pada semua bidang dalam memimpin negeri ini untuk menciptakan keadilan bagi rakyatnya seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dengan demikian, pemimpin/penguasa yang berstatus sebagai Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota yang ‘adil itu adalah penantian panjang bagi saya, anda dan kita semua dan termasuk dalam kategori makhluk yang sangat langka karena tidak mudah untuk ditemukan justru amat sangat susah untuk kita temukan di negeri ini.
Justru sebaliknya, yang mudah kita jumpai atau temukan adalah tampilan pemimpin/penguasa yang tidak ‘adil alias pemimpin yang zalim. Pemimpin/penguasa yang zalim adalah penguasa yang jika memimpin tidak berdasarkan dengan pendekatan ilmu pengetahuan yang komprehensif sehingga berimplikasi terhadap kebijakan atau keputusan yang diambilnya sama sekali tidak berpihak pada kepentingan rakyatnya, melainkan justru berpihak pada kepentingan dirinya sendiri, keluarganya, kelompok-sukunya, gerbongnya atau tim suksesnya atau yang disebut dengan istilah dinasti politik atau oligarki kekuasaan.
Maka, potret pemimpin/penguasa yang zalim yaitu penguasa yang tidak menerapkan hukum Allah Tuhan Yang Maha Kuasa secara subtansial dalam kepemimpinannya, lebih-lebih kebijakan/keputusan yang dibuatnya tidak berpihak kepada rakyat kecil, hidupnya bermewah-mewah (tidak zuhud), selalu ingin dilayani rakyatnya ketika ia turun ke bawah seperti layaknya sang raja atau sultan yang diktator, otoriter, angkuh dan sombong dan kebijakan-kebijakannya sangat merugikan rakyatnya.
Karenanya, wajar saja di akhirat kelak, tepatnya pada hari kiamat, pemimpin/penguasa yang zalim akan mendapatkan siksaan yang amat sangat pedih dan menyakitkan dirinya sendiri dan berpotensi ia akan dijebloskan ke dalam neraka jahannam.
Dan pemimpin/penguasa yang hobi melakukan kezaliman terhadap rakyatnya meskipun baru menjadi penguasa satu hari, maka ia tidak berhak atau tidak layak untuk dipilih lagi oleh rakyatnya menjadi pemimpin/penguasa, baik sebagai
Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota. Dan realitas inilah yang pernah terjadi dalam sejarah pemimpin/penguasa yang pernah ada dimasa klasik. Semoga bermanfaat tulisan ini. Wallahu ‘alam bisshawab. (*)